Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI TANJUNG PINANG
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
5/Pid.Pra/2017/PN Tpg Hery Suryadi, S.Ip., M.Si Kepala kepolisan Daerah Kepulauan Riau di Batam Cq Dirreskrimsus Polda Kepri Minutasi
Tanggal Pendaftaran Kamis, 07 Des. 2017
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 5/Pid.Pra/2017/PN Tpg
Tanggal Surat Selasa, 05 Des. 2017
Nomor Surat 03/ADV-LSR/XII/2017
Pemohon
NoNama
1Hery Suryadi, S.Ip., M.Si
Termohon
NoNama
1Kepala kepolisan Daerah Kepulauan Riau di Batam Cq Dirreskrimsus Polda Kepri
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

                                                                   Tanjungpinang, 04 Desember 2017

Kepada Yth,
Bapak Ketua Pengadilan Negeri Tanjungpinang
di  -
          Tanjungpinang


Prihal    : Permohonan Pra Peradilan        
            

Dengan hormat,

Yang bertanda tangan di bawah ini,  kami :

1. Cholderia Sitinjak, S.H., M.H
2. Rendy Rinaldi F Hasibuan, S.H., M.H
3. Bayurizal, S.H

Advokat, Pengacara, Penasehat Hukum, Kuasa Hukum, Pengabdi Bantuan Hukum, Pengacara Magang, dari Law Office, Lubis Sitinjak Rambey (LSR) & Associates, Advokat & Konsultan Hukum, yang berkantor pada Law Office, Lubis Sitinjak Rambey (LSR) & Associates, Advokat & Konsultan Hukum beralamat di Jalan Merpati No. 35 Tanjungpinang, bertindak untuk dan atas nama klien kami  :

Nama Hery Suryadi, S.IP., M.Si, Laki-laki, Umur 47 Tahun (21 Juni 1970),  Pekerjaan Dosen, Agama Islam, Warga Negara Indonesia, Alamat Jl. Lembah Raya I No. 4 RT 002/RW 014, Kel. Tangkerang Utara, Kec. Bukit Raya, Kota Pekan Baru, Provinsi Riau, Saat ini bertempat tinggal di komplek The Green City Blok A No. 75 Tanjungpinang, Berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 18 November 2018 (Terlampir), yang selanjutnya disebut sebagai--------------------------------------------------------------------------------------------------------------PEMOHON.

Bahwa dengan ini Pemohon mengajukan permohonan PRA PERADILAN pada Pengadilan Negeri Tanjung Pinang, terhadap Negara Republik Indonesia C/q Presiden Republik Indonesia di Jakarta, Cq Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia di Jakarta, Cq Kepala Kepolisian Daerah Kepulauan Riau di Batam, Cq Dirreskrimsus Polda Kepri Kombes Pol Budi Suryanto, S.H., M.Si, C/q Kasubdit III Ditreskrimsus Polda Kepri AKBP Ponco Indriyo, SIK., M.H, dengan memerintahkan Penyidik IPDA Ronald Frederich Sihotang, S.H, M.H dan Penyidik Pembantu Bripka Budi Yardi selanjutnya disebut sebagai ------------------------------------------------------------------------------- TERMOHON.

Adapun alasan-alasan PEMOHON dalam mengajukan Permohonan Praperadilan ini adalah sebagai berikut :

 

I. DASAR HUKUM
1.    Bahwa Permohonan Praperadilan ini diajukan berdasarkan Ketentuan Pasal 77 dan Pasal 79 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), sebagai berikut :
Pasal 77 KUHAP :
“Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang :

a.    Sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau   penghentian penuntutan;

b. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan…”

Pasal 79 KUHAP :
“Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh Tersangka, keluarga atau kuasanya kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan menyebutkan alasannya”

2.    Bahwa berdasarkan Pasal 17 Undang-undang No 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), “Perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.” berdasarkan pasal  18 ayat (1) Undang-undang No 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), “Pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas kepolisian negara Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa.” dan berdasarkan Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang No 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), “Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.” “Penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka atau terdakwa dengan memberikan surat perintah penahanan atau penetapan hakim yang mencantumkan identitas tersangka atau terdakwa dan menyebutkan alasan penahanan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan atau didakwakan serta tempat ia ditahan.

3.    Bahwa, berdasarkan uraian di atas, TERMOHON telah melanggar ketentuan dalam pasal 17, 18 ayat (1), dan 21 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang No 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) jo Perkaba No. 3 tahun 2014 tentang Standart Operasional Prosedur pelaksanaan penyidikan tindak pidana, Lampiran D standart operasional prosedur penangkapan pada angka 2 a Persyaratan administrasi angka (1) syarat formal dan angka 2 syarat materil.  

4.    Bahwa PEMOHON adalah menjabat sebagai Wakil Rektor II di Universitas Raja Haji Fisabilillah (UMRAH) Provinsi Kepulauan Riau, yang dalam “jabatan pengelola keuangan” sebagai PPK Tingkat Rektorat Untuk Belanja Modal.

5.    Bahwa berdasarkan Surat Keputusan Rektor selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di Universitas Maritim Raja Ali Haji dan berdasarkan surat Nomor. 194/KU/2015, tanggal 3 Agustus 2015, Tentang Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Staf Pengelolaan Keuangan di Lingkungan Universitas Maritim Raja Ali Haji telah mengangkat Hery Suryadi, S.IP., M.Si, menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam kegiatan pekerjaan pengadaan barang program integrasi system akademik dan administrasi antara Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) dengan PT. Jovan Karya Perkasa) bersumber dari APBN tahun anggaran 2015.  

6.    Bahwa didalam Perpres No 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa pada ketentuan umum angka 6 yakni ; Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut KPA adalah pejabat yang ditetapkan oleh PA untuk menggunakan APBN atau ditetapkan oleh Kepala Daerah untuk menggunakan APBD sedangkan pada angka 7 Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disebut PPK adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan Pengadaan barang/jasa.

7.    Bahwa didalam Perpres No 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa;  “Para Pihak Dalam Pengadaan Barang/Jasa  Bagian Pertama Organisasi Pengadaan”

 Pasal 7 mengatakan;

1.    Organisasi Pengadaan Barang/Jasa untuk Pengadaan melalui  Penyedia Barang/Jasa terdiri atas:
a. PA/KPA;
b. PPK;
c. ULP/Pejabat Pengadaan; dan
d. Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan

8.    Bahwa atas Pemohon dijadikan tersangka oleh Termohon sehubungan dengan adanya dugaan temuan BPKP menyangkut kerugian uang Negara yang dengan hasil pengawasan dan auditnya yang  Pemohon oleh Termohon ditetapkan sebagai Tersangka atas ; adanya Laporan Polisi LP – A/90/VII/2017/SPKT-Kepri,  Tanggal 20 Juli 2017 dan dengan surat penetapan tersangka Nomor ; S. Tap/ 24. a /X/2017/Ditreskrimsus POLDA KEPRI tertanggal 24 Oktober 2017, dan surat pemberitahuan penetapan tersangka Nomor B/ 24.a/X/2017/Ditreskrimsus tanggal 24 Oktober 2017 an. Hery Suryadi, S.IP., M.Si, yang di tetapkan sebagai Tersangka berikut surat pemberitahuan dimulainya penyidikan Nomor; SPDP /24/VII/2017/Ditreskrimsus, pada tanggal 20 Juli 2017, untuk hal ini karena laporan BPKP Kepri yang berdasarkan informasi dari pengawasan di Batam tersebut  ditetapkan sebagai Tersangka dan saat ini ditahan di Rumah tahanan Polda Kepri.  

9.    Bahwa menurut Pemohon  semua tuduhan yang disangkakan tidaklah tepat karena semua pekerjaan yang tertera dalam kontrak telah terselesaikan dengan baik, sesuai spec, tepat waktu, tepat guna tanpa ada cacat mutu, dan hasil pekerjaan semua terpasang dengan baik  yang hingga saat ini masih berpungsi dengan baik.

10.    Bahwa terhadap dugaan mark up hasil temuan BPKP perlu dihitung kembali dimana kiranya terdapat perbedaan dan perbandingan harga yang dinyatakan tidak wajar atau mark up, perlu diketahui bahwa hasil pemeriksaan BPKP tidaklah dapat dijadikan sebagai temuan kerugian uang Negara yang bersifat final, dikarenakan yang berhak mengaudit dan menyatakan adanya kerugian keuangan Negara adalah hanya Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI), bukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan atau disingkat BPKP.

11.    Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan atau disingkat BPKP adalah suatu lembaga pemerintah non kementrian Indonesia yang melaksanakan tugas pemerintahan dibidang pengawasan keuangan dan pembangunan yang berupa audit, konsultasi, asistensi, evaluasi, pemberantasan KKN serta Pendidikan dan pelatihan pengawasan”. Sedangkan BPK –RI adalah lembaga tinggi Negara dalam system ketatanegaraan Indonesia yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara, kerana menurut UUD 1945 BPK merupakan lembaga yang bebas dan mandiri.

12.    Bahwa tentang Proyek kegiatan pengadaan barang dan jasa, paket Program Integritas Sistem Akademika dan Administrasi Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) Tanjungpinang yakni Pengguna jasa dan penyedia barang  (PT. Jovan Karya Perkasa) yang bersumber dari APBN tahun anggaran 2015 dengan nilai Proyek sebesar Rp 29. 187. 250. 000,- (Dua Puluh Sembilan Milyar Seratus Delapan Puluh Tujuh Juta Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah), menurut hasil pengawasan BPKP tipe B Batam menyatakan adanya dugaan selisih penggunaan uang negara yang kurang wajar sehingga membawa PPK (Hery Suryadi, S.IP., M.Si) menjadi Terlapor atas adanya informasi kemudian Polisi membuat Laporan Model A dengan Nomor. LP – A/90/VII/2017/SPKT-Kepri, pada hari Kamis Tanggal 20 Juli 2017.

13.    Bahwa Pada hari dan tanggal yang sama pula yakni hari kamis tanggal 20 Juli 2017, Pemohon menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor ; SP. Sidik/ 28/ VII/ 2017/Ditreskrimsus POLDA KEPRI.

14.    Bahwa Pada hari dan tanggal yang sama yakni hari kamis tanggal 20 Juli 2017, Pemohon menerbitkan surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Nomor; SPDP /24 /VII/ 2017/ Ditreskrimsus, dalam arti telah dimulainya penyidikan “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dan atau setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalah gunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara” Pada kegiatan pekerjaan pengadaan barang program integrasi system akademik dan administrasi antara Universitas Maritim Raja Ali Haji dengan PT. Jovan Karya Perkasa yang bersumber dari APBN Tahun 2015, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan atau Pasal 3 Undang- Undang RI No 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI No. 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

15.    Bahwa Pemohon menerima “surat pemberitahuan penetapan tersangka”  Pada tanggal 24 Oktober 2017 Nomor B/ 24.a/X/2017/Ditreskrimsus, hanya berselang 4 hari saja dilakukan penyidikan kemudian Pemohon menerima surat “Penetapan Tersangka” Nomor ; S. Tap/ 24. a /X/2017/Ditreskrimsus. Tanggal 24 Oktober 2017.

16.    Bahwa dengan berselang hanya 4 hari Pemohon di tangkap dengan tidak memberikan surat penangkapan dan juga tidak memperlihatkan surat tugas, kemudian menahannya dengan surat Nomor ; Sprin. Han/ 14/X/2017/Ditreskrimsus, Tanggal 29 Oktober 2017 di Ruang Tahanan Polda Kepri, ironis dengan surat yang cukup instan runutan pengeluarannya.

17.    Bahwa TERMOHON dengan tanpa hak telah merampas hand phone milik PEMOHON tanpa ada ijin penyitaan dari ketua Pengadilan Negeri Tanjungpinang, Termohon jelas telah memperlihatkan kesewenangannya.

18.    Bahwa, penangkapan Pemohon tidak sah dikarenakan dalam prosesnya TERMOHON tidak memberikan surat perintah penangkapan, serta belum terdapat bukti yang cukup untuk dilakukan penangkapan, karena  TERMOHON masih melakukan proses pencarian alat bukti, karena bukti yang selama ini didapat diduga hanya photo copy.

19.    Bahwa Tindakan upaya paksa, seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan,  penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar undang – undang adalah merupakan suatu tindakan perampasan hak asasi manusia ( HAM ). Menurut Andi Hamzah (1986 : 10) praperadilan adalah merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan berujukan pada Hukum,

Internasional yang telah menjadi International Customary Law. Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan tersebut. Hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai tersangka/terdakwa  dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan. Di samping itu, praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap  hak-hak tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan,  penahanan, dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.

20.    Bahwa Dalam kaitan perubahan dan perkembangan hukum dalam masyarakat yang demikian, bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik sistem hukum di negara mana pun apalagi di dalam sistem hukum common law, yang telah merupakan bagian dari sistem hukum di Indonesia. Peristiwa hukum inilah yang menurut (alm) Satjipto Rahardjo disebut ”terobosan hukum” (legal-breakthrough) atau hukum yang prorakyat (hukum progresif) dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia. Dengan demikian hukum bukan hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya melainkan juga memiliki aspek nilai (values) yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakat yang berkembang dan terkini.

21.    Bahwa selain itu telah terdapat beberapa putusan pengadilan yang memperkuat dan melindungi hak-hak Tersangka, sehingga lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka seperti yang terdapat dalam perkara berikut :
1.    Putusan Pengadilan Negeri Bengkayang No. 01/Pid.Prap/2011/PN.BKY tanggal 18 Mei 2011
2.    Putusan Mahkamah Agung No. 88 PK/PID/2011 tanggal 17 Januari 2012
3.    Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 38/ Pid.Prap/ 2012/ Pn.Jkt.Sel tanggal 27 november 2012
4.    Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 04/ Pid.Prap/ 2015/ PN.Jkt.Sel tanggal 15 Februari 2015
5.    Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 36/ Pid.Prap/ 2015/ Pn.Jkt.Sel tanggal 26 Mei 2015
6.    Dan lain sebagainya
22.    Bahwa melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 memperkuat diakuinya lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan dan mengadili keabsahan penetapan tersangka, seperti pada kutipan putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 sebagai berikut :
Mengadili,
Menyatakan :
1.    Mengabulkan Permohonan untuk sebagian :
o    [dst]
o    [dst]
o    Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
o    Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
23.    Dengan demikian jelas bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang Praperadilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka sudah tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua harus melaksanakan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan.

24.    Bahwa melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014. MK mengabulkan sebagian permohonan yang salah satunya menguji ketentuan objek praperadilan. Melalui putusannya, Mahkamah Konstitusi menyatakan inkonstitusional bersyarat terhadap frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP sepanjang dimaknai minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP. Pasal 77 huruf a KUHAP dinyatakan inkontitusional bersyarat sepanjang dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan.

25.    Bahwa dengan demikian jelas tindakan Termohon dengan atau tanpa pemeriksaan Tersangka merupakan tindakan yang tidak sah, dan harus dibatalkan tentang penetapan tersangka terhadap diri PEMOHON oleh Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo, berdasarkan uraian di atas dapat diketahui tindakan yang sudah dilakukan TERMOHON adalah sewenang-wenang.

26.    Bahwa sebagaimana diakui oleh Pemohon, bahwa pemberitahuan penetapan Tersangka atas diri Pemohon baru diketahui oleh Pemohon berdasarkan surat Nomor. B/24. a/X/2017/Ditreskrimsus, Tanggal 24 Oktober 2017. Dan surat diterima secara beruntun dengan jarak surat yang berdekatan dan terkesan dipaksakan sehingga kami menduga apakah kasus ini sebagai sasaran ladang panen atau paceklik dengan surat beruntun seperti hal tersebut dubawah ini ;

1.    Laporan Polisi  LP – A/90/VII/2017/SPKT-Kepri,  Tanggal 20 Juli 2017.
2.    Surat perintah dimulainya penyidikan Nomor; SP. SIDIK/ 28/ VII/ 2017/Ditreskrimsus, POLDA KEPRI pada tanggal 20 Juli 2017.
3.    Surat pemberitahuan dimulainya penyidikan Nomor; SPDP /24/VII/2017/Ditreskrimsus, POLDA KEPRI tanggal 20 Juli 2017.
4.    Penetapan tersangka Nomor ; S. Tap/ 24. a /X/2017/Ditreskrimsus POLDA KEPRI tertanggal 24 Oktober 2017.
5.    Surat Nomor ; Sprin. Han/ 14/X/2017/Ditreskrimsus, POLDA KEPRI Tanggal 29 Oktober 2017.
6.    Tindakan Termohon melanggar hukum administrasi Negara

II. PENETAPAN TERSANGKA KEPADA PEMOHON MERUPAKAN TINDAKAN KESEWENANG-WENANGAN DAN BERTENTANGAN DENGAN HUKUM YANG BERLAKU DAN MASUK PELANGGARAN HAM.
1.  Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum dan Hak azasi manusia (HAM) sehingga azas hukum presumption of innosence atau azas praduga tak bersalah menjadi penjelasan atas pengakuan kita tersebut. Bukan hanya kita, negarapun telah menuangkan itu kedalam Konstitusinya (UUD 1945 pasal 1 ayat 3) yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum, artinya kita semua tunduk terhadap hukum dan HAM serta mesti terejawantahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita termasuk dalam proses penegakan hukum, jika ada hal yang kemudian menyampingkan hukum dan Hak Azasi Manusia tersebut. Maka negara wajib turun tangan melalui perangkat-perangkat hukumnya untuk menyelesaikan.

2.    Bahwa sudah umum bilamana kepastian menjadi bagian dari suatu hukum, hal ini lebih diutamakan untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan jati diri serta maknanya, karena tidak lagi dapat digunakan sebagai pedoman perilaku setiap orang. Kepastian sendiri hakikatnya merupakan tujuan utama  dari hukum. Apabila dilihat secara historis banyak perbincangan yang telah dilakukan mengenai hukum semejak Montesquieu memgeluarkan gagasan mengenai pemisahan kekuasaan. Keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam hukum, karena keteraturan merupakan inti dari kepastian itu sendiri. Dari keteraturan akan menyebabkan seseorang hidup secara berkepastian dalam melakukan kegiatan yang diperlukan dalam kehidupan masyarakat. Menurut Sudikno Mertukusumo kepastian hukum merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik. Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati.

3.    Oemar Seno Adji menentukan prinsip ‘legality‘ merupakan karakteristik yang essentieel, baik ia dikemukakan oleh ‘Rule of Law’ – konsep, maupun oleh faham ‘Rechtstaat’ dahulu, maupun oleh konsep ‘Socialist Legality’. Demikian misalnya larangan berlakunya hukum Pidana secara retroaktif atau retrospective, larangan analogi, berlakunya azas ‘nullum delictum’ dalam Hukum Pidana, kesemuanya itu merupakan suatu refleksi dari prinsip ‘legality.

4.    Bahwa dalam hukum administrasi negara Badan/Pejabat Tata Usaha Negara dilarang melakukan Penyalahgunaan Wewenang. Yang di maksud dengan Penyalahgunaan wewenang meliputi melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang dan bertindak sewenang-wenang. Melampaui wewenang adalah melakukan tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan berdasarkan perundang-undangan tertentu. Mencampuradukkan kewenangan dimana asas tersebut memberikan petunjuk bahwa “pejabat pemerintah atau alat administrasi negara tidak boleh bertindak atas sesuatu yang bukan merupakan wewenangnya atau menjadi wewenang pejabat atau badan lain”. Menurut Sjachran Basah “abus de droit” (tindakan sewenang-wenang), yaitu perbuatan pejabat yang tidak sesuai dengan tujuan di luar lingkungan ketentuan perundang-undangan. Pendapat ini mengandung pengertian bahwa untuk menilai ada tidaknya penyalahgunaan wewenang dengan melakukan pengujian dengan bagaiamana tujuan dari wewenang tersebut diberikan (asas spesialitas).

5.    Bertindak sewenang-wenang juga dapat diartikan menggunakan wewenang (hak dan kekuasaan untuk bertindak) melebihi apa yang sepatutnya dilakukan sehingga tindakan dimaksud bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. Penyalahgunaan wewenang juga telah diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Selain itu dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan disebutkan tentang syarat sahnya sebuah Keputusan, yakni meliputi :
 
6.    Bahwa sebagaiman telah Pemohon uraikan diatas, bahwa Penetapan tersangka Pemohon dilakukan dengan tidak terpenuhinya prosedur menurut ketentuan peraturan-perundang undangan yang berlaku.


7.    Sehingga apabila sesuai dengan ulasan Pemohon dalam Permohonan A Quo sebagaimana diulas panjang lebar dalam alasan Permohonan Praperadilan ini dilakukan tidak menurut ketentuan hukum yang berlaku, maka seyogyanya menurut Pasal 56 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan adalah sebagai berikut :
•    “Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf a merupakan Keputusan yang tidak sah”
•    Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf b dan c merupakan Keputusan yang batal atau dapat dibatalkan
8.    Berdasarkan ulasan mengenai sah dan tidaknya sebuah Keuputusan apabila dihubungkan dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon dengan menetapkan Pemohon sebagai tersangka yang dilakukan dan ditetapkan oleh prosedur yang tidak benar, maka Majelis hakim Pengadilan Negeri Tanjungpinang yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo dapat menjatuhkan putusan bahwa segala yang berhubungan dengan penetapan tersangka terhadap Pemohon dapat dinyatakan merupakan Keputusan yang tidak sah dan dapat dibatalkan menurut hukum.
III. PETITUM
Berdasar pada argument dan fakta-fakta yuridis diatas, Pemohon mohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjungpinang yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo berkenan memutus perkara ini sebagai berikut :
1.    Menyatakan dapat diterima permohonan Pemohon Praperadilan untuk seluruhnya;

2.    Menyatakan tindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai tersangka dengan dugaan “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dan atau setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalah gunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara” Pada kegiatan pekerjaan pengadaan barang program integrasi system akademik dan administrasi antara Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) dengan PT. Jovan Karya Perkasa yang bersumber dari APBN Tahun 2015, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan atau Pasal 3 Undang- Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke -1 K.U.H.Pidana, adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penetapan tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

3.    Menyatakan Surat perintah dimulainya penyidikan terhadap Hery Suryadi, S.IP., M.Si dengan surat Nomor; SP. SIDIK/ 28/ VII/ 2017/Ditreskrimsus, POLDA KEPRI tanggal 20 Juli 2017 tidak sah.

4.    Menyatakan Surat pemberitahuan dimulainya penyidikan terhadap Hery Suryadi, S.IP., M.Si dengan Surat Nomor; SPDP /24/VII/2017/Ditreskrimsus, POLDA KEPRI pada tanggal 20 Juli 2017 tidak sah.

5.    Menyatakan Surat Penetapan Tersangka terhadap Hery Suryadi, S.IP., M.Si dengan surat Nomor ; S. Tap/ 24. a /X/2017/Ditreskrimsus POLDA KEPRI tertanggal 24 Oktober 2017 dinyatakan tidak sah.

6.    Menyatakan Surat Penahanan terhadap Hery Suryadi, S.IP., M.Si dengan surat Nomor ; Sprin. Han/ 14/X/2017/Ditreskrimsus, POLDA KEPRI Tanggal 29 Oktober 2017 tidak sah.

7.    Memerintahkan kepada Termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap diri Pemohon;

8.     Memerintahkan kepada TERMOHON untuk mengeluarkan PEMOHON dari tahanan;

9.    Memerintahakan kepada TERMOHON untuk memulihkan harkat dan martabat nama baik PEMOHON beserta keluarganya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

10.    Menghukum Termohon umtuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini.
Sembari PEMOHON  sepenuhnya memohon kebijaksanaan Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjungpinang yang memeriksa, mengadili dan memberikan putusan terhadap Perkara aquo  dengan tetap berpegang pada prinsip keadilan, kebenaran dan rasa kemanusiaan.
IV. SUBSIDAIR
Apabila Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjungpinang yang memeriksa Permohonan aquo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Hormat Kami
Kuasa Hukum Pemohon

1. Cholderia Sitinjak, SH, MH                                                            
2. Rendy Rinaldi F Hasibuan, S.H., M.H
3. Bayurizal, SH                                         

 

Pihak Dipublikasikan Ya