Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI TANJUNG PINANG
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
6/Pid.Pra/2019/PN Tpg IRINUS ARISON LAMALOTA Minutasi
Tanggal Pendaftaran Kamis, 19 Sep. 2019
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 6/Pid.Pra/2019/PN Tpg
Tanggal Surat Selasa, 17 Sep. 2019
Nomor Surat 6
Pemohon
NoNama
1IRINUS ARISON LAMALOTA
Termohon
NoNama
1Pemerintah RI cq Kepala Kepolisian RI cq Kepala Kepolisian Daerah Kepri cq Kepala Kepolisian Resor Bintan
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Kepada Yth.
KETUA PENGADILAN NEGERI TANJUNG PINANG
Jl. Jendral Ahmad Yani No. 29 Tanjung Pinaang 29124
di –
     Tanjung Pinang
 
Hal    :  PERMOHONAN PRA PERADILAN
   ATAS NAMA IRINUS ARISON LAMAWATO
 

Dengan Hormat,
Perkenankanlah kami :
MATHEUS MAMUN SARE, SH
Advokat pada Kantor Advokat/Penasehat Hukum Matheus M. Sare, SH & Rekan yang beralamat di Jalan Merah Putih Buper Waena Heram Kota Jayapura;atau saat ini sementara beralamat di Gang Komodo RT. 30 RW. 06 Kelurahan Batu Merah Kecamatan Batu Ampar Kota Batam.
Berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 5 September 2019, dalam hal ini bertindak baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama untuk dan atas nama IRINUS ARISON LAMAWATO, selanjutnya disebut sebagai PEMOHON.
untuk mengajukan permohonan PRAPERADILAN terhadap Penangkapan, Penahanan, dan Penetapan Tersangka dalam dugaan Tindak Pidana Lingkungan Hidup diduga melanggar Pasal 108 Jo Pasal 69 ayat (1) huruf h UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau Pasal 187 ayat (1) KUHP oleh Penyidik Reskrim Kepolisian Resor Bintan.
M E L A W A N
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA di Jakarta cq. KEPALA KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA di Jakarta cq. KEPALA KEPOLISINA DAERAH KEPULAUAN RIAU di Batam cq. KEPALA KEPOLISIAN RESOR BINTAN yang beralamat di Jl. Raya Tg. Pinang-Tg. Uban Km. 42 Bandar Seri Bentan Kabupaten Bintan, selanjutnya disebut sebagai TERMOHON.
Adapun yang menjadi alasan permohonan Pemohon adalah sebagai berikut :
I.    DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN
A.    Bahwa tindakan upaya paksa, seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan hak asasi manusia. Menurut Andi Hamzah (1986:10) praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan berujukan pada Hukum Internasional yang telah menjadi International Customary Law. Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan tersebut. Hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan. Disamping itu, praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap hak-hak tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.
B.    Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan : Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:
1)    Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
2)    Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
3)    Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.”
C.    Bahwa selain itu yang menjadi objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP diantaranya adalah:
1)    Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:
a.    sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
b.    ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
2)    Dalam perkembangannya pengaturan Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 Jo. Pasal 77 KUHAP, sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta perlakuan aparatur penegak hukum yang nyata-nyata merupakan pelanggaran hak asasi seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara. Untuk itu perkembangan yang demikian dapat diakomodirnya mengenai sah tidaknya penetapan tersangka dan sah tidaknya penyitaan telah diakui merupakan wilayah kewenangan praperadilan, sehingga dapat meminimalisir terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum. Dalam kaitan perubahan dan perkembangan hukum dalam masyarakat yang demikian, bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik sistem hukum di negara mana pun apalagi di dalam sistem hukum common law, yang telah merupakan bagian dari sistem hukum di Indonesia. Peristiwa hukum inilah yang menurut (alm) Satjipto Rahardjo disebut ”terobosan hukum” (legal-breakthrough) atau hukum yang prorakyat (hukum progresif) dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia. Dengan demikian hukum bukan hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya melainkan juga memiliki aspek nilai (values) yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakat yang berkembang dan terkini.
D.    Bahwa selain itu telah terdapat beberapa Putusan Pengadilan yang memperkuat dan melindungi hak-hak tersangka, sehingga lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka seperti yang terdapat dalam perkara berikut :
1)    Putusan Pengadilan Negeri Bengkayang No. 01/Pid.Prap/2011/PN.BKY tanggal 18 Mei 2011;
2)    Putusan Mahkamah Agung No. 88 PK/PID/2011 tanggal 17 Januari 2012;
3)    Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 38/Pid.Prap/2012/Pn.Jkt.Sel tanggal 27 November 2012;
4)    Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 04/Pid.Prap/2015/Pn.Jkt.Sel tanggal 15 Februari 2015;
5)    Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 36/Pid.Prap/2015/Pn.Jkt.Sel tanggal 26 Mei 2015;
6)    Dan lain sebagainya;
E.    Bahwa melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 memperkuat diakuinya lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan dan mengadili keabsahan penetapan tersangka, seperti pada kutipan putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 sebagai berikut :
a.    Mengadili,
b.    Menyatakan :
c.    Mengabulkan Permohonan untuk sebagian :
-   [dst]
-    [dst]
d.    Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
e.    Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
F.    Dengan demikian jelas bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang Praperadilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka sudah tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua harus melaksanakan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan.

II.    ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN
A.    BUKAN KEWENANGAN TERMOHON
1.      Bahwa berdasarkan Pasal 94 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang berbunyi : Penyidik pejabat pegawai negeri sipil berwenang:
a)    melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
b)    melakukan pemeriksaan terhadap setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
c)    meminta keterangan dan bahan bukti dari setiap orang berkenaan dengan peristiwa tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
d)    melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
e)    melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti, pembukuan, catatan, dan dokumen lain;
f)    melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
g)    meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
h)    menghentikan penyidikan;
i)    memasuki tempat tertentu, memotret, dan/atau membuat rekaman audio visual;
j)    melakukan penggeledahan terhadap badan, pakaian, ruangan, dan/atau tempat lain yang diduga merupakan tempat dilakukannya tindak pidana; dan/atau
k)    menangkap dan menahan pelaku tindak pidana.
2.    Bahwa berdasarkan Pasal 94 ayat (3) UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang berbunyi : Dalam melakukan penangkapan dan penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf k, penyidik pejabat pegawai negeri sipil berkoordinasi dengan penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia.
3.    Bahwa berdasarkan Pasal 94 ayat (4) UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang berbunyi : Dalam hal penyidik pejabat pegawai negeri sipil melakukan penyidikan, penyidik pejabat pegawai negeri sipil memberitahukan kepada penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia dan penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia memberikan bantuan guna kelancaran penyidikan.
4.    Bahwa berdasarkan Pasal 94 ayat (5) UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang berbunyi : Penyidik pejabat pegawai negeri sipil memberitahukan dimulainya penyidikan kepada penuntut umum dengan tembusan kepada penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia.
5.    Bahwa berdasarkan Pasal 94 ayat (6) UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang berbunyi : Hasil penyidikan yang telah dilakukan oleh penyidik pegawai negeri sipil disampaikan kepada penuntut umum.
6.    Bahwa oleh sebab itu berdasarkan perintah negara melalui undang-undang dimaksud maka yang BERWENANG melakukan PENANGKAPAN, PENAHANAN dan PENETAPAN TERSANGKA terhadap PEMOHON adalah PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) bukan TERMOHON;
7.    Bahwa namun hal tersebut TIDAK DIINDAHKAN dan/atau DIABAIKAN oleh TERMOHON karena dalam perkara a quo tindakan upaya paksa PENANGKAPAN, PENAHANAN dan PENETAPAN TERSANGKA kesemuanya DILAKUKAN oleh TERMOHON, yaitu :
a.    Berdasarkan Surat Perintah Penangkapan tertanggal 22 Agustus 2019 terhadap PEMOHON oleh TERMOHON, (Bukti Turunan telah diserahkan oleh Termohon kepada keluarga Pemohon, saat pulang tertinggal di dari kantor Termohon sehingga Bukti ada pada TERMOHON);
b.    Berdasarkan Surat Perintah Penahanan tertanggal 22 Agustus 2019 terhadap PEMOHON oleh TERMOHON, (Bukti Turunan telah diserahkan oleh Termohon kepada keluarga Pemohon, saat pulang tertinggal di dari kantor Termohon sehingga Bukti ada pada TERMOHON;
c.    Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dibuat dan ditetapkan pada hari Kamis tanggal 22 Agustus 2019 sekitar jam 16.50 WIB oleh TERMOHON sebagai dasar PENETAPAN TERSANGKA terhadap PEMOHON oleh TERMOHON, (Vide P1);
d.    Berdasarkan Surat Perpanjangan Penahanan Nomor : B-1617/L.10.15/Eku.1/09/2019 tanggal 02 September 2019 dikeluarkan oleh Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Bintan terhadap PEMOHON atas dasar Permintaan TERMOHON, (Vide P2);
8.    Bahwa oleh sebab itu Tindakan Termohon dengan melakukan Penangkapan, Penahanan dan Penetapan Tersangka terhadap Pemohon TELAH MELAMPUI BATAS KEWENANGANNYA dan/atau BUKAN KEWENANGAN YANG ADA PADANYA, hal tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga TIDAK MEMBERIKAN KEPASTIAN HUKUM terhadap Pemohon serta MELANGGAR HAK ASASI Pemohon;
9.    Bahwa perlu diketahui juga oleh Yang Mulia Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo, Turunan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sebagai dasar Penetapan Tersangka terhadap PEMOHON oleh TERMOHON, TIDAK DIBERIKAN oleh TERMOHON kepada PEMOHON;
10.    Bahwa pada hari Kamis tanggal 29 Agustus 2019 setelah PEMOHON didampingi Penasihat Hukum Matheus  Mamun Sare, SH pada kantor Advokat/Penasehat Hukum Matheus M. Sare, SH & Rekan berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 29 Agustus 2019 (Vide P3), saat itu Penasihat Hukum PEMOHON minta Turunan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) PEMOHON dimaksud kepada TERMOHON, namun TERMOHON memberikan Turunan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tanpa ditandatangani oleh PEMOHON dan TERMOHON     seperti yang terdapat pada Bukti P1 yang dijadikan PEMOHON sebagai salah satu Bukti dalam perkara a quo;
11.    Bahwa saat itu Penasihat Hukum PEMOHON telah menyampaikan kepada TERMOHON agar diberikan Turunan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) PEMOHON yang telah ditandatangani PEMOHON dan TERMOHON, namun TERMOHON memberikan Turunan Salinan  Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tanpa ditandatangani oleh PEMOHON dan TERMOHON;
12.    Bahwa hal tersebut pun bertentangan dengan perintah Pasal 72 KUHAP yang berbunyi : Atas permintaan tersangka atau penasihat hukumnya pejabat yang bersangkutan memberikan turunan berita acara pemeriksaan untuk kepentingan pembelaan;
13.    Bahwa tindakan TERMOHON terhadap PEMOHON selain BUKAN KEWENANGAN TERMOHON YANG ADA PADANYA tetapi juga melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku;
14.    Bahwa berdasarkan uraian-uraian PEMOHON tersebut di atas, maka TINDAKAN TERMOHON dengan melakukan PENANGKAPAN, PENAHANAN dan PENETAPAN TERSANGKA terhadap PEMOHON adalah TINDAKAN YANG TIDAK SAH karena BUKAN KEWENANGAN TERMOHON sehingga melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan HARUS DIBATALKAN tentang PENANGKAPAN, PENAHANAN dan PENETAPAN TERSANGKA terhadap diri Pemohon oleh Yang Mulia Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo.

B.    PEMOHON TIDAK DIDAMPINGI PENASIHAT HUKUM
1.    Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu :
a.    Pasal 54 KUHAP yang berbunyi : Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seseorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini;
b.    Pasal 55 KUHAP yang berbunyi : Untuk mendapatkan penasihat hukum tersebut dalam Pasal 54, tersangka atau terdakwa memilih sendiri penasihat hukumnya;
c.    Pasal 56 KUHP ayat (1) yang berbunyi : Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana diancam dengan pidana mati atau pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi merea yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkatan pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka;
2.    Bahwa namun dalam perkara a quo berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) hari Kamis tanggal 22 Agustus 2019 jam 16.50 WIB di Ruang Sat Reskrim Polres Bintan dibuat dan ditetapkan oleh TERMOHON yaitu saudara ANGGA RIATMA, S. Tr.K, Pangkat/NRP : Inspektur Polisi Dua/92120954, Jabatan/Kesatuan : Satreskrim Polres Bintan dan saudara HANDOKO PURBA, Pangkat/NRP : Brigadir Polisi Kepala/84030983, Jabatan/Kesatuan : Penyidik Pembantu/Reskrim Polres Bintan, saat TERMOHON melakukan Pemeriksaan terhadap PEMOHON dengan sangkaan diduga melanggar Pasal 108 Jo Pasal 69 Ayat (1) huruf h UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau Pasal 187 ayat (1) KUHP oleh Penyidik Reskrim Kepolisian Resor Bintan, PEMOHON TIDAK DIDAMPINGI PENASIHAT HUKUM;
3.    Bahwa karena saat pemeriksaan terhadap PEMOHON oleh TERMOHON, TERMOHON melakukan sangkaan pilihan terhadap PEMOHON yaitu diduga melanggar Pasal 187 ayat (1) KUHP yang berbunyi “Barangsiapa dengan sengaja menimbulkan kebakaran, ledakan dan banjir, diancam dengan penjara paling lama dua belas tahun, bila perbuatan tersebut menimbulkan bahaya umum bagi barang, maka oleh karena itu berdasarkan perintah Undang-Undang tersebut PEMOHON WAJIB DIDAMPINGI PENASIHAT HUKUM tanpa TAWAR MENAWAR demi menjunjung tinggi HAK ASASI PEMOHON dan memberikan KEPASTIAN HUKUM terhadap PEMOHON, namun hal tersebut TIDAK DILAKUKAN OLEH TERMOHON, sehingga TERMOHON MELANGGAR PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU TENTANG TATACARA PEMERIKSAAN TERHADAP TERSANGKA yaitu Pasal 56 ayat (1) KUHAP;
4.    Bahwa selanjutnya berdasarkan ketentuan Undang-Undang tersebut, apabila PEMOHON tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, maka TERMOHON selaku Pejabat yang bersangkutan WAJIB MENUNJUK PENASIHAT, namun hal tersebut pun DIABAIKAN dan/atau TIDAK DILAKUKAN oleh TERMOHON;
5.    Bahwa bahkan pada saat sebelum pemeriksaan terhadap PEMOHON sebagai TERSANGKA oleh TERMOHON dalam perkara a quo, TERMOHON tidak memberikan ruang dan waktu dan/atau TIDAK MENJELASKAN atau MENANYAKAN kepada PEMOHON, apakah PEMOHON DIDAMPINGI PENASIHAT HUKUM atau TIDAK, dan apakah MAU ADAKAN SENDIRI PENASIHAT HUKUM oleh PEMOHON atau PENASIHAT HUKUM DIADAKAN OLEH TERMOHON sesuai dengan amanat Pasal 54, Pasal 55 dan Pasal 56 ayat (1), karena hal tersebut merupakan KEWAJIBAN HUKUM TERMOHON untuk menjamin HAK PEMOHON demi menjunjung tinggi HAK ASASI PEMOHON;
6.    Bahwa dalam perkara a quo karena PEMOHON adalah hanya Karyawan swasta lepas bekerja di kebun sawit (plasma) milik orang lain, sehingga tidak mampu mengadakan penasihat hukum sendiri atau tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, maka TERMOHON TANPA ALASAN HUKUM APAPUN WAJIB MENUNJUK PENASIHAT HUKUM bagi PEMOHON;
7.    Bahwa berdasarkan uraian-uraian PEMOHON tersebut di atas, tindakan hukum TERMOHON pada saat melakukan Pemeriksaan terhadap PEMOHON sebagai Tersangka, TERMOHON TELAH MELANGGAR PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU  tentang TATACARA YANG DITENTUKAN DALAM UNDANG-UNDANG, yaitu Pasal 54, Pasal 55 dan Pasal 56 ayat (1) KUHAP, apalagi dalam perkara a quo BUKAN KEWENANGAN TERMOHON sehingga TINDAKAN HUKUM TERMOHON tersebut TIDAK SAH dan BATAL DEMI HUKUM, oleh sebab itu HARUS DIBATALKAN tentang BERITA ACARA PEMERIKSAAN (BAP) SEBAGAI DASAR PENETAPAN TERSANGKA terhadap DIRI PEMOHON oleh Yang Mulia Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo;

C.    PENANGKAPAN, PENAHANAN DAN PENETAPAN TERSANGKA TERHADAP PEMOHON BERTENTANGAN DENGAN NORMA HUKUM
1.    Bahwa dalam perkara a quo berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) pada hari Kamis tanggal 22 Agustus 2019 jam 16.50 WIB di Ruang Sat Reskrim Polres Bintan dibuat dan ditetapkan oleh TERMOHON yaitu saudara ANGGA RIATMA, S. Tr.K, Panggkat/NRP : Inspektur Polisi Dua/92120954, Jabatan/Kesatuan : Satreskrim Polres Bintan dan saudara HANDOKO PURBA, Pangkat/NRP : Brigadir Polisi Kepala/84030983, Jabatan/Kesatuan : Penyidik Pembantu/Reskrim Polres Bintan, tersurat dalam Berita Acara tersebut bahwa Pemeriksaan terhadap PEMOHON sebagai TERSANGKA berdasarkan Laporan polisi : LP-A/90/VIII/Kepri/Res Bintan tanggal 22 Agustus 2019, artinya setelah TERMOHON melakukan PENANGKAPAN dan PENAHANAN terhadap PEMOHON baru ada Laporan Polisi, karena PEMOHON ditangkap dan ditahan oleh TERMOHON pada hari Rabu tanggal 21 Agustus 2019 sekitar 20.00 WIB, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa SEBELUM ADA LAPORAN POLISI terkait DIDUGA TELAH TERJADI SUATU TINDAK PIDANA dan SEBELUM ADANYA ALAT BUKTI PERMULAAN YANG CUKUP atau DUA ALAT BUKTI YANG CUKUP, TERMOHON TELAH MELAKUKAN PENANGKAPAN dan PENAHANAN terhadap PEMOHON, maka tindakan TERMOHON tersebut bertentangan dengan Pasal 1 ayat (24), Pasal 17, Pasal  21 KUHAP dan Pasal 1 ayat (14), Pasal 1 ayat (21), ayat (22) Peratuan KAPOLRI Nomor14 tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana serta melanggar ASAS PRADUGA TAK BERSALAH sehingga TIDAK MEMBERIKAN RASA KEADILAN terhadap PEMOHON;
2.    Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 108 yang berbunyi : Setiap orang yang melakukan pembakaran lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf h, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) Jo Pasal 69 ayat (1) huruf h yang berbunyi : Setiap orang dilarang melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau Pasal 187 ayat (1) KUHP yang berbunyi; Barangsiapa dengan sengaja menimbulkan kebakaran, ledakan atau banjir, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, bila perbuatan tersebut menimbulkan bahaya umum bagi barang;
3.    Bahwa berdasarkan ketentuan perundang-undangan dimaksud yang telah diuraikan PEMOHON pada point 2 di atas, menjadi dasar sangkaan oleh TERMOHON terhadap DIRI PEMOHON, maka walaupun terkesan seolah-olah Pemohon masuk pada perkara pokok, namun hal tersebut berkaitan dengan Penetapan Tersangka oleh TERMOHON yang bukan Kewenangannya dan/atau apabila dilakukan oleh Pihak yang berwenang sesuai hukum yang berlaku, maka PEMOHON perlu menyampaikan tentang peristiwa dan fakta hukum yang terjadi dalam perkara a quo agar diketahui dan dipertimbangkan secara cermat berdasarkan hati nurani oleh Penegak Hukum terlebih oleh Yang Mulia Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Pinang yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara a quo, yaitu peristiwa dan fakta hukum yang terjadi pada pokoknya menerangkan sebagai berikut :
a)    Sejak awal bulan Agustus 2019 Pemohon dan saudara Mateus Buga Keluli membuka lahan dengan cara menebang pohon-pohon, memotong rumput dan membersihkan semak belukar di sekitar lahan, dan kami lakukan hal tersebut seingat Pemohon sudah sebanyak 6 (enam) kali dalam waktu yang berbeda, pada saat pulang kerja dari kebun sawit tempat Pemohon dan saudara Mateus Buga Keluli mengadu nasib di tanah rantau, sekitar pukul 17.20 WIB;
b)    Pohon-pohon dan rumput bekas ditebang dikumpul di area lahan, dan dibiarkan kering;
c)    Pemohon dan saudara saudara Mateus Buga Keluli membuat batas pemisah antara area lahan dengan pepohonan dan rumput yang belum ditebang/dipotong dengan cara membersihkan semak belukar di pinggir sekeliling area lahan dimaksud, dengan maksud jika saat dibakar API TIDAK MERAMBAT ke areal  hutan yang belum ditebang sesuai dengan kearifan budaya lokal turun temurun yang kami yakini;
d)    Sebelum Pemohon dan saudara Mateus Buga Keluli membuka lahan tersebut, terlebih dahulu Pemohon dan saudara Mateus Buga Keluli telah meminta ijin kepada keluarga Pemilik Lahan saudara ATI yang menjaga lahan tersebut melalui saudara MIKEL BUGA SABON;
e)    NIAT, MAKSUD dan TUJUAN Pemohon dan saudara Mateus Buga Keluli membuka lahan tersebut yaitu UNTUK BERKEBUN, dan rencananya akan ditanam nenas demi mencukupi kebutuhan keluarga (anak-istri) saat ini hidup bersama Pemohon di Tanjung Uban karena penghasilan Pemohon setiap bulan dari pekerjaan yang ada tidak mencukupi kebutuhan keluarga;
f)    Areal lahan yang Pemohon dan saudara Mateus Buga Keluli buka dan bakar, di sekeliling areal hanya terdapat kebun nenas telah tumbuh yang ditanam orang lain sebelumnya dan semak belukar serta jauh dari pemukiman warga setempat;
g)    Luas lahan yang dibuka untuk berkebun kurang lebih seluas 5.128 m2 atau kurang dari 1 (satu) hektar;
h)    Pada hari Rabu tanggal 21 Agustus 2019 setelah Pemohon dan saudara saudara Mateus Buga Keluli pulang dari kebun sawit, setiba di lokasi sekira pukul : 17.20 WIB melihat pohon-pohon dan rumput yang ditebang telah kering sehingga memutuskan untuk membakar, dengan maksud bisa bermanfaat yaitu menjadi pupuk untuk tanaman nenas yang akan kami tanam;
i)    Setelah membakar Pemohon dan saudara saudara Mateus Buga Keluli tetap di sekitar lahan tersebut untuk menjaga agar api tidak merambat lebih luas ke areal lain;
j)    Karena saat itu angin sangat kencang sehingga api sempat merambat sebagian kecil area yang ada semak belukar, dan Pemohon dan saudara saudara Mateus Buga Keluli sementara berusaha memadamkan dengan alat seadanya yaitu menggunakan daun-daun yang masih hijau, tapi saat itu sekira pukul 18.40 tiba-tiba pihak petugas pemadam kebakaran dan Termohon datang mendapatkan kami sementara memadamkan api dan akhirnya api berhasil padam sekira pukul 20.00 WIB.
k)    Setelah itu Pemohon dan saudara Mateus Buga Keluli ditangkap dan dibawa oleh Termohon ke kantor Polsek Tembeling, selanjutnya dari kantor Polsek Tembeling Pemohon dan saudara Mateus Buga Keluli dibawa oleh Termohon ke Polres Bintan dan ditahan;
4.    Bahwa berdasarkan peristiwa dan fakta hukum diuraikan Pemohon pada point 3 tersebut diatas dan dikaitan dengan sangkaan tindak pidana oleh TERMOHON terhadap PEMOHON yang diuraikan Pemohon pada point 2 tersebut diatas, TIDAK ADA KESUSAIAN antara Peristiwa dan fakta hukum yang terjadi dengan dugaan perbuatan tindak pidana yang disangkakan TERMOHON terhadap PEMOHON, sehingga menurut pendapat hukum PEMOHON dalam perkara a quo PEMBUKTIAN KEBENARAN MATERIL pada perkara pokok TIDAK DAPAT DIBUKTIKAN, dengan alasan sebagai berikut :
a)    Pemohon membuka lahan dengan meminta ijin kepada pemilik lahan untuk berkebun dengan tujuan akan ditanami nenas;
b)    Pemohon membuka lahan dengan CARA MENEBANG POHON-POHON dan RUMPUT di areal yang akan dijadikan kebun nenas;
c)    Pemohon membiarkan bekas pohon-pohon dan rumput yang dipotong kering dengan selang waktu beberapa hari;
d)    Pohon-pohon dan rumput yang dipotong setelah kering, dikumpulkan di dalam areal lahan yang akan dijadikan kebun, dipisahkan dari areal lahan yang belum dipotong, dan dibuat batas pemisah yaitu dengan cara membersihkan semak belukar di sekeliling lahan;
e)    Setelah itu Pemohon membakar pohon, rumput dan daun-daun yang telah kering;
f)    Saat membakar pohon, rumput dan daun-daun yang telah kering, Pemohon tetap berada di areal tersebut dengan tujuan menjaga agar api tidak merambat luas ke areal lain di luar lahan yang akan dijadikan kebun;
g)    Pemohon TIDAK MELAKUKAN PEMBUKAAN LAHAN DENGAN CARA MEMBAKAR;
h)    TIDAK ADA LEDAKAN SAAT TERJADI KEBAKARAN;
i)    Di sekitar lahan yang terbakar hanya ada SEMAK BELUKAR dan KEBUN NENAS YANG SUDAH ADA, dan TIDAK IKUT TERBAKAR;
j)    Saat membakar lahan hanya ada Pemohon dan saudara Mateus Buga Keluli di areal lahan yang terbakar;
k)    Luas lahan yang dibakar oleh Pemohon dan saudara Mateus Buga Keluli TIDAK LEBIH DARI 1 (satu) HEKTAR;
l)    Menurut pendapat Pemohon, yanag dibakar Pemohon dan saudara Mateus Buga Keluli adalah SAMPAH dari pepohonan, rumput dan daun yang telah kering;
m)    Pemohon saudara Mateus Buga Keluli menyakini akan menjadi PUPUK untuk ditanami bibit nenas, hal tersebut sesuai tradisi nenek moyang kami turun temurun atau sesuai kearifan lokal;
5.    Bahwa berdasarkan uraian-uraian dan alasan-alasan yang disampaikan Pemohon tersebut diatas, maka Penangkapan, Penahanan dan Penetapan Tersangka oleh TERMOHON terhadap PEMOHON bertentangan dengan norma-norma hukum berlaku, sehingga seluruh proses pada semua tingkatan dalam perkara a quo baik yang telah dilakukan oleh TERMOHON dan apabila saatnya nanti dilakukan oleh pihak yang berwenang adalah TIDAK SAH, dan oleh karena itu harus DIBATALKAN untuk saat ini dan untuk selanjutnya tentang Penangkapan, Penahanan dan Penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon oleh Yang Mulia Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo;

D.    PENANGKAPAN, PENAHANAN DAN PENETAPAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA MERUPAKAN TINDAKAN KESEWENANG-WENANGAN DAN BERTENTANGAN DENGAN ASAS KEPASTIAN HUKUM
1.    Bahwa Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) sehingga asas praduga tak bersalah menjadi penjelasan atas pengakuan kita tersebut. Bukan hanya kita, negara pun telah menuangkan itu kedalam Konstitusinya (UUD 1945 pasal 1 ayat 3) yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum, artinya kita semua tunduk terhadap Hukum dan HAM serta mesti diwujudkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita termasuk dalam proses penegakan hukum, jika ada hal yang kemudian menyampingkan hukum dan Hak Asasi Manusia tersebut, maka negara wajib turun tangan melalui perangkat-perangkat hukumnya untuk menyelesaikan;
2.    Bahwa sudah umum bilamana kepastian menjadi bagian dari suatu hukum, hal ini lebih diutamakan untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan jati diri serta maknanya, karena tidak lagi dapat digunakan sebagai pedoman perilaku setiap orang. Kepastian sendiri hakikatnya merupakan tujuan utama dari hukum. Keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam hukum, karena keteraturan merupakan inti dari kepastian itu sendiri. Dari keteraturan akan menyebabkan seseorang hidup secara berkepastian dalam melakukan kegiatan yang diperlukan dalam kehidupan masyarakat. Menurut Sudikno Mertukusumo kepastian hukum merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik. Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati;
3.    Bahwa Oemar Seno Adji menentukan prinsip “legality” merupakan karakteristik yang essential, baik berdasarkan teori “Rule of Law” – konsep, maupun oleh faham “Rechtstaat” dahulu, maupun oleh konsep “Socialist Legality”. Demikian misalnya larangan berlakunya hukum Pidana secara retroaktif atau retrospective, larangan analogi, berlakunya azas “nullum delictum” dalam Hukum Pidana, kesemuanya itu merupakan suatu refleksi dari prinsip “legality”;
4.    Bahwa dalam hukum administrasi negara Badan/Pejabat Tata Usaha Negara dilarang melakukan Penyalahgunaan Wewenang. Yang di maksud dengan Penyalahgunaan wewenang meliputi melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang dan bertindak sewenang-wenang. Melampaui wewenang adalah melakukan tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan berdasarkan perundang-undangan tertentu. Mencampuradukkan kewenangan dimana asas tersebut memberikan petunjuk bahwa “pejabat pemerintah atau alat administrasi negara tidak boleh bertindak atas sesuatu yang bukan merupakan wewenangnya atau menjadi wewenang pejabat atau badan lain”. Menurut Sjachran Basah “abus de droit” (tindakan sewenang-wenang), yaitu perbuatan pejabat yang tidak sesuai dengan tujuan di luar lingkungan ketentuan perundang-undangan. Pendapat ini mengandung pengertian bahwa untuk menilai ada tidaknya penyalahgunaan wewenang dengan melakukan pengujian dengan bagaiamana tujuan dari wewenang tersebut diberikan (asas spesialitas);
5.    Bertindak sewenang-wenang juga dapat diartikan menggunakan wewenang (hak dan kekuasaan untuk bertindak) melebihi apa yang sepatutnya dilakukan sehingga tindakan dimaksud bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. Penyalahgunaan wewenang juga telah diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Selain itu dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan disebutkan tentang syarat sahnya sebuah Keputusan, yakni meliputi :
-    ditetapkan oleh pejabat yang berwenang
-    dibuat sesuai prosedur; dan
-    substansi yang sesuai dengan objek Keputusan;
6.    Bahwa sebagaiman telah Pemohon uraikan diatas, bahwa Penetapan tersangka Pemohon dilakukan dengan tidak terpenuhinya prosedur menurut ketentuan peraturan-perundang undangan yang berlaku;
7.    Sehingga apabila sesuai dengan ulasan Pemohon dalam Permohonan perkara a quo sebagaimana diulas panjang lebar dalam alasan Permohonan Praperadilan ini dilakukan tidak menurut ketentuan hukum yang berlaku, maka seyogyanya menurut Pasal 56 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan adalah sebagai berikut :
-    Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf a merupakan Keputusan yang tidak sah”
-   Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf b dan c merupakan Keputusan yang batal atau dapat dibatalkan;
8.        Berdasarkan ulasan mengenai sah dan tidaknya sebuah Keuputusan apabila dihubungkan dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon dengan melakukan Penangkapan, Penahanan dan menetapkan Pemohon sebagai Tersangka yang dilakukan dan ditetapkan oleh prosedur yang tidak benar, maka Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Pinang yang memeriksa dan mengadili perkara a quo dapat menjatuhkan putusan bahwa segala yang berhubungan dengan Penangkapan, Penahanan dan Penetapan Tersangka terhadap Pemohon dapat dinyatakan merupakan KEPUTUSAN YANG TIDAK SAH DAN DAPAT DIBATALKAN MENURUT HUKUM;

III.    PETITUM  
Berdasar pada argument dan fakta-fakta yuridis diatas, Pemohon mohon kepada Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Pinang yang memeriksa dan mengadili perkara a quo berkenan memutus perkara ini sebagai berikut :
1.    Mengabulkan Permohonan Pemohon untuk seluruhnya;
2.    Menyatakan dalam perkara a quo bukan kewenangan Termohon;
3.    Menyatakan tindakan Termohon melakukan Penangkapan, Penahanan dan menetapkan Pemohon sebagai Tersangka Tindak Pidana Lingkungan Hidup dengan dugaan melanggar Pasal 108 Jo Pasal 69 ayat (1) huruf h UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau Pasal 187 ayat (1) KUHP oleh Penyidik Reskrim Kepolisian Resor Bintan adalah TIDAK SAH dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya Penangkapan, Penahanan dan Penetapan Tersangka dalam perkara a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, dan BATAL DEMI HUKUM;
4.    Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkenaan dengan Penangkapan, Penahanan, penetapan tersangka atas diri Pemohon oleh Termohon;
5.    Memerintahkan kepada Termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap perintah penyidikan kepada Pemohon;
6.    Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;
7.    Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku;

PEMOHON sepenuhnya memohon kebijaksanaan Yang Mulia Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Pinang yang memeriksa, mengadili dan memberikan putusan terhadap Perkara a quo dengan tetap berpegang pada prinsip keadilan, kebenaran dan rasa kemanusiaan;

Apabila Yang Mulia Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Pinang yang memeriksa dan mengadili Permohonan perkara a quo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
Tanjung Pinang, 17 September 2019
Hormat kami
    Penasihat Hukum Pemohon


    MATHEUS MAMUN SARE, SH

 

Pihak Dipublikasikan Ya