Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI TANJUNG PINANG
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
2/Pid.Pra/2017/PN Tpg Dr. Drs. Mohammad Nashihan, S.H., M.H Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau Minutasi
Tanggal Pendaftaran Rabu, 04 Okt. 2017
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 2/Pid.Pra/2017/PN Tpg
Tanggal Surat Rabu, 04 Okt. 2017
Nomor Surat 407/SK/X/2017
Pemohon
NoNama
1Dr. Drs. Mohammad Nashihan, S.H., M.H
Termohon
NoNama
1Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

 


Jakarta, 04 Oktober 2017


Kepada Yth
Ketua Pengadilan Negeri Tanjung Pinang
Jl. Sei Jang, Kota Tanjung Pinang, Provinsi Kepulauan Riau

Perihal.    Permohonan Praperadilan

Dengan Hormat,
M. Pilipus Tarigan, S.H., M.H., Laudin Napitupulu, S.H., Heri Perdana Tarigan, S.H., C.L.A., Prasetyo Utomo, S.H., Advokat dan Konsultan Hukum pada “Kantor Hukum Pilipus Tarigan, S.H., M.H” berkedudukan pada Perkantoran Rusun Kemayoran, Jl. Apron VIII E No. 103, Kemayoran Jakarta Pusat, bertindak untuk dan atas nama Dr., Drs. Mohammad Nashihan, S.H., M.H (selanjutnya disebut “klien”) berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 02 Oktober 2014 ”Terlampir”, yang untuk selanjutnya disebut sebagai ……………………………………….…………... ”Pemohon”

Pemohon dengan ini mengajukan Permohonan Praperadilan terhadap :

Pemerintah Republik Indonesia Cq. Jaksa Agung Republik Indonesia Cq. Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau beralamat di Jl. Sungai Timun No. 1, Senggarang, Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, yang selanjutnya disebut sebagai ……………………………………..……………………….….….. “Termohon”

Adapun alasan yang mendasari diajukan permohonan Pemeriksaan Praperadilan ini berdasarkan fakta hukum sebagai berikut:

I.    Legal Standing Pemohon Praperadilan

A.    Pemohon Praperadilan adalah Advokat yang sedang menjalankan Tugas Profesinya, dalam kedudukanya sebagai Advokat atau Penerima Kuasa dari Klien, Pemohon diidentikan dengan klien dan ditetapkan sebagai Tersangka Dalam Dugaan Tindak Pidana Korupsi dan Dugaan Tindak Pidana Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang oleh Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau melalui Surat Perintah Penyidikan Nomor : Print-282/N.10/Fd.1/09/2017 Tanggal 14 September 2017 Tentang Tindak Pidana Korupsi dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Atas Penyalahgunaan dana penyelenggaraan asuransi kesehatan dan tunjangan hari tua bagi pegawai negeri sipil dan tenaga harian lepas pada pemerintah kota batam yang ditempatkan pada PT. Bumi Asih Jaya “dalam pailit”)

1.    Bahwa, berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 “Negara Indonesia adalah negara hukum” dan menurut Pasal 28D UUD 1945, “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Ketentuan kedua pasal Undang-Undang Dasar ini bermakna bahwa adalah merupakan hak asasi manusia untuk mempertahankan harkat, martabat, dan kedudukannya sebagai manusia di hadapan hukum melalui proses hukum yang berkeadilan, bermartabat serta mengedepankan due procces of law, Bahwa, pengajuan Permohonan Praperadilan oleh Pemohon didasarkan ketentuan yang diatur dalam Bab X Bagian Kesatu Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana dan Bab XII Bagian Kesatu Kuhap. Lembaga Praperadilan sebagai sarana untuk melakukan control atau pengawasan horizontal terhadap penggunaan wewenang oleh aparat penegak hukum seperti Penyelidik, dan/atau Penyidik termasuk dalam penetapan Tersangka. Pengawasan horizontal terhadap kegiatan penyelidikaan, penyidikan sangat penting karena sejak seseorang ditetapkan sebagai Tersangka, maka aparat penegak hukum dapat mengurangi dan membatasi hak asasi seorang manusia. Sebagai upaya hukum untuk mencegah agar aparat penegak hukum tidak melakukan tindakan sewenang-wenang dalam melaksanakan kewenangannya maka diperlukan lembaga yang dapat melakukan pengawasan horizontal terhadap aparat penegak hukum. Oleh karena itu pengujian keabsahan penggunaan wewenang oleh aparat penegak hukum termasuk dalam penetapan Tersangka dilakukan apabila wewenang dilaksanakan secara sewenang-wenang, digunakan dengan maksud atau tujuan lain di luar dari yang ditentukan secara tegas dalam Kuhap. Untuk mengukur wewenang tersebut digunakan menurut ketentuan undang-undang dapat dilihat dari tujuan Penyelidikan berdasarkan Pasal 1 angka 5 Kuhap yaitu untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan dan tujuan Penyidikan berdasarkan Pasal 1 Angka (2) Kuhap yaitu untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya;

2.    Bahwa, Pemohon Praperadilan adalah Advokat yang bertindak secara sah berdasarkan Surat Kuasa Khusus Tertanggal 1 Agustus 2013, bertindak untuk dan atas nama PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya “Dalam Pailit” (yang untuk selanjutnya disebut sebagai “PT. Bumi Asih”) sehubungan dengan adanya sengketa keperdataan terkait perselisihan penghitungan antara PT. Bumi Asih dengan Pemerintah Kota Batam, tentang Asuransi Kesehatan dan tunjangan hari tua Pegawai Negeri Sipil dan Tenaga Honorer Pemerintah Kota Batam, dengan register Perkara No. 136/PDT.G/2013/PN.BTM di Pengadilan Negeri Batam Jo Perkara No. 42/PDT/2014/PT.R di Pengadilan Tinggi Pekanbaru pada tingkat banding Jo No. 2514 K/PDT/2014 di Mahkamah Agung pada tingkat Kasasi, dan Perkara No. 663 PK/Pdt/2016 di Mahkamah Agung pada tingkat Peninjauan Kembali;

3.    Bahwa, Pemohon Praperadilan sebagai Kuasa Hukum dari PT. Bumi Asih telah ditetapkan sebagai Tersangka dalam Dugaan Tindak Pidana Korupsi dan Dugaan Tindak Pidana Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang oleh Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau melalui Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau Nomor : Print-282/N.10/Fd.1/09/2017 Tanggal 14 September 2017, dimana sebelumnya juga Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau juga mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau No. Print-204/N.10.1/Fd.1/07/2017 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Tertanggal 14 Juli 2017, dan Surat Perintah Penyidikan No. Print-205/N.10.1/Fd.1/07/2017 Tentang Tindak Pidana Korupsi Tertanggal 19 Juli 2017 di Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau sehubungan dengan pemindahan aset PT. Bumi Asih sebesar Rp. 55.000.000.000 (lima puluh lima miliar) ke rekening bersama pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Cabang Menteng Jakarta Pusat (KCP Jakarta Menteng 12212) Rekening:122.00.5678999.6 Atas nama : Mohammad Nashihan/Syafei;

4.    Bahwa, sehubungan dengan Penetapan Tersangka bagi Pemohon Praperadilan maka memperhatikan ketentuan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014, yang dalam amar putusanya menyatakan, frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) Kuhap, adalah inkonstitusional bersyarat, sepanjang dimaknai minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 Kuhap. Pasal 77 huruf (a) Kuhap, sepanjang dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan, dan Penyitaan, yang dalam pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa;

“Oleh karena penetapan tersangka adalah bagian dari proses penyidikan yang merupakan perampasan terhadap hak asasi manusia maka seharusnya penetapan tersangka oleh penyidik merupakan objek yang dapat dimintakan perlindungan melalui ikhtiar hukum pranata praperadilan. Hal tersebut semata-mata untuk melindungi seseorang dari tindakan sewenang-wenang penyidik yang kemungkinan besar dapat terjadi ketika seseorang ditetapkan sebagai tersangka, padahal dalam prosesnya ternyata ada kekeliruan maka tidak ada pranata lain selain pranata praperadilan yang dapat memeriksa dan memutusnya. Namun demikian, perlindungan terhadap hak tersangka tidak kemudian diartikan bahwa tersangka tersebut tidak bersalah dan tidak menggugurkan dugaan adanya tindak pidana, sehingga tetap dapat dilakukan penyidikan kembali sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku secara ideal dan benar. Dimasukkannya keabsahan penetapan tersangka sebagai objek pranata praperadilan adalah agar perlakuan terhadap seseorang dalam proses pidana memperhatikan tersangka sebagai manusia yang mempunyai harkat, martabat, dan kedudukan yang sama di hadapan hukum. Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, menurut Mahkamah, dalil Pemohon mengenai penetapan tersangka menjadi objek yang diadili oleh pranata praperadilan adalah beralasan menurut hukum”; (Putusan Mahkamah Konstitusi hal 105-106)

sehingga berdasarkan perintah putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, Penetapan Tersangka bagi Pemohon Praperadilan terkualifikasi sebagai upaya paksa yang dilakukan Penyidik berdasarkan Bukti Permulaan dan atau Bukti Permulaan yang cukup;

5.    Bahwa, memperhatikan amar yang berbunyi inkonstitusional bersyarat berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 yang memaknai upaya paksa dalam Pasal 77 huruf (a), dengan frase sepanjang dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan, dan Penyitaan telah menempatkan Penetapan Tersangka sebagai upaya paksa yang bisa diuji melalui Praperadilan dan menjadi hak konstitusional bagi Pemohon Praperadilan serta berdasarkan Pasal 78 Ayat (1) merupakan wewenang Pengadilan Negeri;

6.     Bahwa, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 yang telah mengikat dan memberikan batasan konstitusional terhadap penerapan ketentuan pasal 79 dan Pasal 80 Kuhap mengenai siapa yang berwenang mengajukan praperadilan, maka Pemohon dan Penasehat Hukum Pemohon memiliki kewenangan dan legal standing untuk mengajukan Permohonan Praperadilan terhadap upaya paksa berupa Penetapan Tersangka Pemohon oleh Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau di Pengadilan Negeri Tanjung Pinang, sebagai upaya hukum untuk melindungi Pemohon dari tindakan sewenang-wenang Kejaksaan Tinggi Kepualaun Riau;

II.    Alasan Hukum Permohonan Praperadilan

B.    Penetapan Pemohon sebagai Tersangka oleh Termohon diikuti oleh 3 (tiga) Surat Perintah Penyidikan yang tumpang tindih yaitu Surat Perintah Penyidikan No. Print-204/N.10.1/Fd.1/07/2017 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Atas Penyalahgunaan dana penyelenggaraan asuransi kesehatan dan tunjangan hari tua bagi pegawai negeri sipil dan tenaga harian lepas pada pemerintah kota batam yang ditempatkan pada PT. Bumi Asih Jaya “dalam pailit”) Tanggal 14 Juli 2017, kedua Surat Perintah Penyidikan No. Print-205/N.10.1/Fd.1/07/2017 Tentang Tindak Pidana Korupsi Atas Penyalahgunaan dana penyelenggaraan asuransi kesehatan dan tunjangan hari tua bagi pegawai negeri sipil dan tenaga harian lepas pada pemerintah kota batam yang ditempatkan pada PT. Bumi Asih Jaya “dalam pailit”) Tertanggal 19 Juli 2017, yang kemudian ditambahkan Termohon dengan mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan No. Print-282/N.10.1/Fd.1/09/2017 Tentang Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Tanggal 14 September 2017 telah tumpang tindih dan tidak sesuai dengan kaidah hukum acara pidana karena berdasarkan Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : SE-021/A/JA/09/2015, Surat Perintah Penyidikan dikeluarkan hanya 1 Kali;

1.    Bahwa, Pemohon ditetapkan Tersangka berdasarkan Formulir Pidsus-18 Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau, sehubungan dengan dugaan Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pemberatasan Pencucian Uang Tentang Asuransi Kesehatan dan tunjangan hari tua Pegawai Negeri Sipil dan Tenaga Honorer Pemerintah Kota Batam yang pada tanggal 19 Juli 2017, dalam hal ini Kejaksaan Tinggi Kepualauan Riau selaku Termohon juga mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Print-204/N.10.1/Fd.1/07/2017 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang atas Penyalahgunaan dana penyelenggaraan asuransi kesehatan dan tunjangan hari tua bagi pegawai negeri sipil dan tenaga harian lepas pada pemerintah kota batam yang ditempatkan pada PT. Bumi Asih Jaya “dalam pailit”) Tertanggal 14 Juli 2017, kemudian diikuti dengan dikeluarkanya Surat Perintah Penyidikan kedua yaitu No. Print-205/N.10.1/Fd.1/07/2017 Tentang Tindak Pidana Korupsi Uang Tentang Asuransi Kesehatan dan tunjangan hari tua Pegawai Negeri Sipil dan Tenaga Honorer Pemerintah Kota Batam, tertanggal 19 juli, sampai pada akhirnya dikeluarkan kembali Surat Perintah Penyidikan Ke-3 (tiga) No. Print-282/N.10.1/Fd.1/09/2017 yang menjadi objek praperadilan yang Pemohon ajukan ini, karena sprindik ini yang mendasari ditetapkanya Pemohon menjadi Tersangka oleh Termohon Tertanggal 14 September 2017;

2.    Bahwa, berdasarkan Angka (2) Huruf (a) Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : SE-021/A/JA/09/2015 dijelaskan bahwa;

Hasil Penyelidikan yang dipandang telah memenuhi syarat dan cukup alasan untuk ditingkatkan ke tahap penyidikan maka dalam menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (bersifat umum) tidak perlu terlebih dahulu mencantumkan nama Tersangka, kecuali dalam hal Tertangkap Tangan. Selanjutnya dalam proses Penyidikan agar dioptimalkan pengumpulan alat bukti yang diperlukan sebagaimana ketentuan Pasal 184 Ayat (1) Kuhap minimal (2) Alat Bukti. Diutamakan keterangan Saksi dan alat bukti Surat untuk membuktikan masing-masing Tindak Pidana Korupsi yang disangkakan serta telah dilakukan pemeriksaan terhadap Saksi yang berpotensi menjadi Tersangka, barulah setelah itu ditetapkan Tersangkanya dengan menggunakan Formulir Pidsus-18 sesuai dengan Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia: Perja-039/A/JA/X/2010 Tanggal 29 Oktober 2010 Tentang Tata Kelola Administrasi Dan Teknis Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus, sedangkan terhadap Penetapan Tersangka tidak perlu diterbitkan Surat Perintah Penyidikan Baru, kecuali ditemukan Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) selain yang dicantumkan dalam Surat Perintah Penyidikan Awal;

Bahwa selanjutnya, dengan merujuk kepada ketentuan Angka (2) Huruf (a) Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : SE-021/A/JA/09/2015 maka Perbuatan Termohon dalam mengeluarkan 3 (tiga) Surat Perintah Penyidikan atas Perkara Tindak Perkara Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang yang sama dengan Surat Perintah Penyidikan sebelumnya adalah tindakan yang keliru dan bertentangan dengan Standart Operasional Prosedur dalam menetapkan seorang Tersangka.

3.    Bahwa, Permohonan Pengujian Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kuhap oleh Pemohon Bachtiar Abdul Fatah dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 Tanggal 28 April 2015 ditegaskaan bahwa Penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan juga sebagai obyek dari praperadilan, sehingga menyusul Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, Kejaksaan Agung Republik Indonesia mengeluarkan Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : SE-021/A/JA/09/2015 Jo Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia: Perja-039/A/JA/X/2010 Tanggal 29 Oktober 2010 Tentang Tata Kelola Administrasi Dan Teknis Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus yang mengharuskan Penetapan Tersangka harus didasarkan 1 (satu) Surat Perintah Penyidikan guna melindungi seseorang dari kesewenang-wenangan dan mejaga kepastian hukum;

4.    Bahwa, menurut ahli hukum pidana Dr. Chairul Huda, S.H., M.H dalam Keterangan Ahli pada perkara No. 67/Pid.Prap/2015/PN.JKT.Sel. dijelaskan bahwa, Surat Perintah Penyidikan bukanlah suatu produk hukum yang diadakan untuk menetapkan tersangka akan tetapi Surat Perintah Penyidikan adalah untuk memberi kewenangan kepada sejumlah orang yang disebut di dalam Surat Perintah Penyidikan adalah untuk melakukan serangkaian dari tindakan penyidikan (serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan mengumpulkan bukti guna membuat terang tindak pidana yang terjadi dan menemukan Tersangkanya), dengan demikian dilihat dari definisi penyidikan, penetapan tersangka itu berada dibagian akhir dari proses penyidikan dibagian awal adalah mencari dan mengumpulkan bukti-bukti, dengan ditetapkanya Pemohon sebagai Tersangka berdasarkan 3 (tiga) Surat Perintah Penyidikan yang tumpang tindih, Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau telah melanggar Hak Azasi Manusia Pemohon dan menyimpang dari filosofi dan  tujuan dari Hukum Acara yaitu untuk melindungi hak asasi warga negara, sekaligus untuk membatasi penggunaan kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang kepada aparat penegak hukum terutama dalam melaksanakan upaya paksa yang berujung kepada pembatasan hak Azasi seseorang;

5.    Bahwa, Praktik peradilan berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman juga menentukan, ”Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang”. Hal ini sesuai dengan pedoman pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang menyebutkan bahwa :

Mengingat bahwa demi kepentingan pemeriksaan perkara diperlukan adanya pengurangan-pengurangan dari hak-hak asasi tersangka, namun bagaimanapun hendaknya selalu berdasar ketentuan yang diatur dalam undang-undang, maka untuk kepentingan pengawasan terhadap perlindungan hak-hak asasi tersangka atau terdakwa diadakan suatu lembaga yang dinamakan praperadilan.

Perlindungan terhadap hak tersangka tersebut juga sudah sesuai dengan bunyi Article 9 International Covenant on Civil and Political Rights yang kemudian diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights yang menyebutkan bahwa :
Everyone has the right to liberty and security of person. No one shall be subjected to arbitrary arrest or detention. No one shall be deprived of his liberty except on such grounds and in accordance with such procedure as are established by law/ Setiap orang berhak atas kebebasan dan keamanan pribadi. Tidak seorang pun akan dikenakan penangkapan atau penahanan sewenang-wenang. Tidak seorangpun akan dirampas kebebasannya kecuali atas dasar tersebut dan sesuai dengan prosedur seperti yang ditetapkan oleh undang-undang;

6.    Bahwa, upaya paksa berupa Penetapan Tersangka Pemohon oleh Termohon, telah menyimpang dari Prosedur Penetapan Tersangka, yang mengharuskan bahwa dalam Penetapan Tersangka, hanya boleh diperkenankan dengan dikeluarkanya 1 Surat Perintah Penyidikan, adalah perbuatan Termohon yang bertentangan dengan asas kepastian hukum, dimana dalam konteks Negara hukum, Penyidik Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau diharuskan mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan, dalam setiap pengambilan keputusan (In casu  dalam menetapkan Pemohon sebagai Tersangka), dan oleh karena adanya ketidak hati-hatian terhadap upaya paksa berupa Penetapan Pemohon sebagai Tersangka, maka terjadi perampasan hak-hak dan kebebasan Pemohon sehingga Penetapan Tersangka tersebut harus dibatalkan;

B.    Penetapan Pemohon sebagai Tersangka oleh Termohon tidak didasarkan Bukti Permulaan yang cukup, Karena Penetapan Tersangka yang dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon dilakukan bersamaan dengan dikeluarkanya Surat Perintah Nomor : Print-282/N.10/Fd.1/09/2017 Tanggal 14 September 2017 Tentang Tindak Pidana Korupsi dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Atas Penyalahgunaan dana penyelenggaraan asuransi kesehatan dan tunjangan hari tua bagi pegawai negeri sipil dan tenaga harian lepas pada pemerintah kota batam yang ditempatkan pada PT. Bumi Asih Jaya “dalam pailit”, sehingga Penetapan Tersangka yang seharusnya adalah Proses akhir Penyidikan, ditempatkan menjadi Proses Awal Penyidikan dan tidak sesuai dengan konteks hukum pembuktian universal yang dikenal dengan istilah physical evidence atau real evidence.

1.    Bahwa, Pemohon ditetapkan sebagai Tersangka sehubungan dengan dugaan Tindak Pidana Pemberatasan Pencucian Uang dan Tindak Pidana Korupsi Tentang Asuransi Kesehatan dan tunjangan hari tua Pegawai Negeri Sipil dan Tenaga Honorer Pemerintah Kota Batam yang pada tanggal 14 September 2017, dalam perihal ini Kejaksaan Tinggi Kepualauan Riau, sebelum menetapkan Pemohon sebagai Tersangka, Termohon juga mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan sebanyak 3 Surat Perintah meliputi, Surat Perintah Penyidikan Nomor Print-204/N.10.1/Fd.1/07/2017 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang atas Penyalahgunaan dana penyelenggaraan asuransi kesehatan dan tunjangan hari tua bagi pegawai negeri sipil dan tenaga harian lepas pada pemerintah kota batam yang ditempatkan pada PT. Bumi Asih Jaya “dalam pailit”) Tertanggal 14 Juli 2017, kemudian diikuti dengan dikeluarkanya Surat Perintah Penyidikan kedua yaitu No. Print-205/N.10.1/Fd.1/07/2017 Tentang Tindak Pidana Korupsi Uang Tentang Asuransi Kesehatan dan tunjangan hari tua Pegawai Negeri Sipil dan Tenaga Honorer Pemerintah Kota Batam, Tertanggal 19 Juli 2017, sampai pada akhirnya dikeluarkan kembali Surat Perintah Penyidikan Ke-3 (tiga) No. Print-282/N.10.1/Fd.1/09/2017 bersamaan dengan Penetapan Pemohon sebagai Tersangka  pada tanggal 14 September 2017;

2.    Bahwa, sebagaimana yang telah dikutip di atas menurut Ahli Hukum Pidana Dr. Chairul Huda, S.H., M.H dalam Keterangan Ahli pada perkara No. 67/Pid.Prap/2015/PN.JKT.Sel. Dijelaskan bahwa, Surat Perintah Penyidikan bukanlah suatu produk hukum yang diadakan untuk menetapkan tersangka akan tetapi Surat Perintah Penyidikan adalah untuk memberi kewenangan kepada sejumlah orang yang disebut di dalam Surat, definisi Perintah Penyidikan adalah untuk melakukan serangkaian dari tindakan penyidikan (serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan mengumpulkan bukti guna membuat terang tindak pidana yang terjadi dan menemukan Tersangkanya), dengan demikian dilihat dari definisi penyidikan, penetapan tersangka itu berada dibagian akhir dari proses penyidikan dibagian awal adalah mencari dan mengumpulkan bukti-bukti, selanjutnya sesuai amar Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 21/PUU – XII/2014 tanggal 28 April 2015, maka frasa “bukti permulaan” dalam Pasal 1 angka 14 yang dijadikan dasar penetapan tersangka bagi Pemohon karena perbuatannya sebagai pelaku tindak pidana adalah minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Artinya secara hukum, minimal dua alat bukti yang sah itu bertitel “Pro Justisia” yang ditemukan/didapat oleh Termohon dalam tahap penyidikan bukan bukti – bukti yang ditemukan/didapat dari tahap penyelidikan;

3.    Bahwa, hukum acara pidana adalah hukum yang mengatur dan memberikan batasan yang dapat dilakukan oleh Negara dalam proses penyelidikan, penyidikan hingga proses peradilan dengan metode yang baku untuk menegakkan hukum dan melindungi hak-hak individu selama proses hukum berlangsung. Hukum acara dirancang untuk memastikan proses hukum yang adil dan konsisten yang biasa disebut sebagai “due process of law” untuk mencari keadilan yang hakiki dalam semua perkara yang diproses dalam penyelidikan hingga proses pengadilan. Setiap prosedur dalam due process of law menguji dua hal, yaitu: (1) apakah Negara telah menghilangkan kehidupan, kebebasan dan hak milik Tersangka tanpa prosedur; (2) jika menggunakan prosedur, apakah prosedur yang ditempuh sudah sesuai dengan dueprocess. (Rhonda Wasserman, 2004, Procedural Due Process: A Reference Guide to the United States Constitution, Santa Barbara: Greenwood Publiishing Group, halaman 1);

4.    Bahwa, terhadap penetapan Pemohon sebagai Tersangka oleh Termohon, memunculkan pertanyaan antara lain (1) sejak kapan Termohon memperoleh minimal 2 (dua) alat bukti yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 KUHAP guna menemukan Tersangkanya yaitu Pemohon ? (2) kapan Termohon memperoleh keterangan saksi guna menemukan Tersangkanya yaitu Pemohon ?, apakah dua alat bukti yang sah itu didapat oleh Termohon setelah Pemohon ditetapkan sebagai Tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Ke-3 (tiga) No. Print-282/N.10.1/Fd.1/09/2017 yang dikeluarkan bersamaan dengan Penetapan Tersangka bagi Pemohon yaitu 14 September 2017, sesuai dengan konfrensi pers yang dibuat oleh Termohon;

5.    Bahwa, merujuk norma Pasal 1 angka 2, Pasal 1 angka 14 Kuhap, maka sangat jelas bahwa minimal dua alat bukti yang sah belum dikumpulkan oleh Termohon, dan ketika proses penyidikan tersebut belum dilalui dan belum terang tindak pidananya, namun berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Ke-3 (tiga) No. Print-282/N.10.1/Fd.1/09/2017 yang dikeluarkan bersamaan dengan Penetapan Tersangka bagi Pemohon yaitu 14 September 2017, sesuai dengan konfrensi pers yang dibuat oleh Termohon, ternyata Termohon tanpa ada minimal dua alat bukti yang sah, telah serta merta menetapkan Pemohon sebagai Tersangka, yang mana dalam surat panggilan sebagai saksi tanpa/tidak ada penjelasan mengenai pasal apa yang disaangkakan kepada Para Tersangka tersebut. Dan selain itu saksi juga menolak memberikan keterangan karena sebagai kuasa hukum PT. Bumi Asih Jaya, Pemohon dilarang dan diperintahkan undang-undang untuk menjaga rahasia Klien ( Vide Pasal 16 UU No.18 Tahun 2003 Tentang Advokat jo Pasal 4 huruf H Kode Etik Advokat Indonesia jo Pasal 322 KUHP jo Pasal 170 KUHAP), selanjutnya bahwa penentuan status Pemohon menjadi Tersangka oleh Termohon yang tidak didasarkan minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana sesuai Amar Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 21/PUU – XII/2014 tanggal 28 April 2015 merupakan tindakan sewenang–wenang, merupakan bentuk pelanggaran hak konstitusional Pemohon selaku warga Negara Indonesia di dalam negara berdasar hukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, selain itu juga bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) bahwa “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”;

C.    Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau Prematur dalam menetapkan Pemohon Praperadilan sebagai Tersangka dalam Dugaan Tindak Pidana Korupsi serta Dugaan Tindak Pidana Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, karena pemindahan aset milik PT. Bumi Asih sebesar Rp. 55.000.000.000 (lima puluh lima miliar) yang dipindahkan Direktur PT. Bumi Asih Jaya dengan memberikan Surat Kuasa Khusus kepada Pemohon sebagai Advokat, ke Rekening Bersama adalah rangkaian tindakan perdata pada sengketa perkara No. 136/Pdt/G/2013/PN.BTM antara PT. Bumi Asih dengan Pemerintah Kota Batam, yang belum memiliki Turunan Putusan Resmi Perkara guna pelaksanaan pengeksekusian Putusan Peninjauan Kembali oleh PT. Bumi Asih kepada Pemerintah Kota Batam;

1.    Bahwa, Pemohon telah ditetapkan sebagai Tersangka dalam Dugaan Tindak Pidana Korupsi serta Dugaan Tindak Pidana Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang pada tanggal 14 September 2017, berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau Nomor : Print-282/N.10/Fd.1/09/2017 Tanggal 14 September 2017 sehubungan dengan pemindahan aset PT. Bumi Asih sebesar Rp. 55.000.000.000 (lima puluh lima miliar) ke rekening bersama pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Cabang Menteng Jakarta Pusat (KCP Jakarta Menteng 12212) Rekening: 122.00.5678999.6 Atas nama : Mohammad Nashihan/Syafei;

2.    Bahwa, aset PT. Bumi Asih sebesar Rp. 55.000.000.000 (lima puluh lima miliar) yang di ke Rekening Bersama PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Cabang Menteng Jakarta tersebut adalah aset PT. Bumi Asih yang dipindahkan Direktur Utama PT. Bumi Asih dengan memberikan Surat Kuasa Khusus kepada Pemohon selaku Advokat, dilaksanakan berdasarkan Perjanjian Kesepakatan Penyelesaian Sebagian Kewajiban PT. Bumi Asih kepada Pemerintah Kota Batam pada tanggal 18 September 2013 yang diwakili oleh Kuasa Hukum Pemerintah Kota Batam serta diketahui oleh Agussahiman, S.H selaku Sekretaris Daerah Kota Batam;

3.    Bahwa, Kesepakatan Penyelesaian Sebagaian Kewajiban PT. Bumi Asih kepada Pemerintah Kota Batam pada tanggal 18 September 2013 dengan pemindahan aset PT. Bumi Asih sebesar Rp. 55.000.000.000 (lima puluh lima miliar) yang dipindahkan Direktur PT. Bumi Asih ke Rekening Bersama PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Cabang Menteng Jakarta tersebut adalah kesepakatan yang timbul guna menyelesaikan sengketa keperdataan dalam Perkara No. 136/PDT.G/2013/PN.BTM di Pengadilan Negeri Batam sampai memiliki kekuatan hukum tetap (Inkracht Van Gewijsde), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dan Pasal 7 pada Kesepakatan Penyelesaian Sebagaian Kewajiban PT. Bumi Asih (Pihak Kedua) kepada Pemerintah Kota Batam (Pihak Pertama) yang menyatakan:
Pasal 1

Bahwa sambil menunggu keputusan pengadilan negeri batam atas perkara a quo dan memiliki kekuatan hukum tetap (Inkracht Van Gewijsde) terkait dengan kewajiban yang dimiliki oleh PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya kepada Pemerintah Kota Batam, Pihak Pertama dan Pihak Kedua dalam taraf mediasi ini bersepakat untuk membuat kesepakatan dalam hal mana Pihak kedua sepakat untuk terlebih dahulu melakukan pembayaran sebagaian kewajibanya kepada Pihak Pertama, yakni sebesar Rp. 55.000.000.000 (lima puluh lima miliar)

Pasal 7

Bahwa untuk maksud tersebut pada angka 1 Pasal ini, maka jumlah pembayaran sebagaian kewajiban Pihak Kedua itu, akan ditempatkan pada rekening bersama yang dibuat antara Pihak Pertama dan Pihak Kedua (yakni Kuasa Hukum PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya dengan Kuasa Hukum Pemerintah Kota Batam) sampai dengan adanya Putusan Pengadilan Negeri Batam yang berkekuatan hukum tetap (Inkracht Van Gewijsde)

Selanjutnya, Pengadilan Negeri Klas 1 Batam menjatuhkan putusan atas perkara No. 136/Pdt/G/2013/PN.BTM tanggal 19 September 2013 yang amar putusannya sebagai berikut;

Dalam Provisi
Menyatakan Provisi Penggugat (Pemerintah Kota Batam) Tidak Dapat Diterima.

         Dalam Pokok Perkara
1.    Mengabulkan Gugatan Penggugat sebagian;
2.    Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan ingkar janji (wanprestasi);
3.    Menghukum tergugat untuk membayar ganti rugi terdiri dari kerugian materiil sebesar Rp.80.000.000.000,00 (Delapan Puluh Milyar Rupiah);
4.    Menghukum tergugat untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini sebesar Rp. 241.000 (dua ratus empat puluh satu ribu rupiah);
5.    Menolak gugatan penggugat selebihnya

4.    Bahwa, terhadap amar putusan Perkara Perdata No. 136/Pdt/G/2013/PN.BTM tersebut, Klien Pemohon mengajukan Banding dengan register Perkara No. 42/PDT/2014/PT.R di Pengadilan Tinggi Pekanbaru dengan Putusan tanggal 9 Juni 2014 sebagai berikut;
1.    Mengabulkan Gugatan Penggugat/Pembanding/Terbanding untuk sebagian ;
2.    Menyatakan Tergugat/Terbanding/Pembanding telah melakukan perbuatan ingkar janji (wanpresetasi);
3.    Menghukum Tergugat/Terbanding/Pembanding untuk membayar ganti rugi materiil sebesar Rp.70.000.000.000 (tujuh puluh milyar rupiah)
4.    Menghukum Tergugat/Terbanding/Pembanding untuk membayar seluruh biaya perkara yang timbul dalam kedua tingkat peradilan, yang di tingkat banding ditetapkan sebesar Rp.150.000 (seratus lima puluh ribu rupiah).

Selanjutnya, berdasarkan Putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru No. 42/PDT/2014/PT.R Tanggal 9 Juni 2014, maka baik Pemerintah Kota Batam maupun PT. Bumi Asih, mengajukan upaya hukum Kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Mahkamah Agung Republik Indonesia telah menjatuhkan putusan atas perkara No. 2514K/Pdt/2014 Tanggal 25 Mei 2015 dengan amar putusan sebagai berikut;

1.    Menolak Permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi I Pemerintah Kota Batam dan II PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya
2.    Menghukum Pemohon Kasasi I juga Termohon Kasasi II/ Penggugat/Pembanding juga Terbanding dan Termohon Kasasi I juga Pemohon Kasasi II/Tergugat/Terbanding juga Pembanding untuk membayar biaya perkara dalam tingkat Kasasi ini sejumlah Rp.500.000,00 (lima ratus ribu rupiah);

5.    Bahwa, atas Putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 2514K/PDT/2014 Tanggal 27 Mei 2015 PT. Bumi Asih telah mengajukan upaya hukum Permohonan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung Republik Indonesia berdasarkan Akta Pernyataan Permohonan Peninjauan Kembali dan Penyerahan Memori Peninjauan Kembali No. 04/AKTA/PDT/2016/PN.BTM Jo Nomor: 136/PDT.G/2013/PN.BTM Tanggal 25 April 2016, yang hingga kini belum diperoleh Salinan Turunan Putusan secara resmi guna melaksanakan kewajiban PT. Bumi Asih kepada Pemerintah Kota Batam, dan terhadap perolehan Salinan Turunan Putusan secara resmi guna menyelesaikan kewajiban Klien Pemohon terhadap Pemerintah Batam tersebut, Pemohon selaku Kuasa Hukum PT. Bumi Asih telah mengirimkan korespondensi berupa Surat Permohonan Percepatan Pengiriman Berkas Putusan kepada Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 14 Juli 2017 dan korespondensi kepada Ketua Pengadilan Negeri Batam berupa Permohonan Pemberitahuan Resmi Isi Putusan No. 136/Pdt/G/2013/PN.BTM tanggal 3 Agustus 2017 guna keperluan eksekusi pelaksanaan putusan);

7.    Bahwa, penetapan tersangka berdasarkan Pasal 1 Angka (14) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (yang untuk selanjutnya disebut sebagai “KUHP”), mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan “Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.” Dengan penafsiran bukti permulaan adalah 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 Kuhap. Selain ketentuan tersebut Bahwa seseorang dapat ditetapkan sebagai Tersangka melakukan tindak pidana korupsi, karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebagaimana dimaksud Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara, sebagaimana dimaksud oleh Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

8.    Bahwa, Penetapan Pemohon sebagai Tersangka  oleh Termohon Praperadilan yang didasarkan pada Tindakan Pemohon berdasarkan Surat Kuasa Khusus Tertanggal 1 Agustus 2013 dalam memindahkan aset milik PT. Bumi Asih sebesar Rp. 55.000.000.000 (lima puluh lima miliar) yang di Direktur PT. Bumi Asih ke Rekening Bersama adalah rangkaian tindakan perdata pada sengketa perkara No. 136/Pdt/G/2013/PN.BTM antara PT. Bumi Asih dengan Pemerintah Kota Batam, yang belum memiliki Turunan Putusan Resmi Perkara guna pelaksanaan pengeksekusian Putusan Peninjauan Kembali oleh PT. Bumi Asih kepada Pemerintah Kota Batam, yang secara keseluruhan dilakukan berdasarkan itikad baik dan bukanlah tindakan pelanggaran hukum, karena Klien Pemohon diwajibkan untuk mematuhi Putusan Hukum perkara No. 136/Pdt/G/2013/PN.BTM antara PT. Bumi Asih dengan Pemerintah Kota Batam yang sudah berkekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Perjanjian Kesepakatan Penyelesaian Sebagian Kewajiban sehingga Penetapan Tersangka bagi Pemohon tidak didasarkan karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebagaimana dimaksud Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara, sebagaimana dimaksud oleh Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

D.    Pemohon Praperadilan ditetapkan sebagai Tersangka dalam Dugaan Tindak Pidana Korupsi serta Dugaan Tindak Pidana Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang tanpa adanya Kerugian Negara atau Perekonomian Negara, karena pemindahan aset milik PT. Bumi Asih sebesar Rp. 55.000.000.000 (lima puluh lima miliar) ke Rekening Bersama adalah kekayaan milik PT. Bumi Asih sebagai Perseroan Terbatas;

1.    Bahwa menurut Pasal 1 Angka (22) Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dinyatakan bahwa;
“Kerugian Negara atau daerah adalah kekurangan uang surat berharga dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan yang melawan hukum baik sengaja maupun lalai.”

Sedangkan menurut Pasal 1 Angka (1) Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, dinyatakan bahwa;
“Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik Negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut”

2.    Bahwa, seseorang ditetapkan sebagai Tersangka melakukan tindak pidana korupsi, karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebagaimana dimaksud Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara, sebagaimana dimaksud oleh Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka Berdasarkan ketentuan Penjelasan Umum Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang perluasan pemaknaan kerugian negara, dijelaskan bahwa;

“Pertanggungjawaban pidana yang timbul akibat adanya kerugian Negara yang bersumber dari keuangan negara, dapat dimintai pertanggungjawabanya sepanjang Keuangan negara yang dimaksud adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan. Ketentuan keuangan negara yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan tersebut, merujuk kepada peryertaan modal atau tambahan modal, yang telah diterima oleh suatu badan sehingga mempengaruhi proporsi kepemilikan suatu badan usaha”;

3.    Bahwa, rujukan pertanggungjawaban pidana korupsi atas kerugian negara yang berasal dari kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan tersebut, maka Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 membuat ketentuan dalam Penjelasan Umum, sebagai berikut;
“(1) berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban “pejabat Negara”, baik di tingkat pusat maupun daerah, dan (2) berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum, dan perusahaan “yang menyertakan modal negara”, atau perusahaan yang menyertakan “modal pihak ketiga” berdasarkan perjanjian dengan Negara;”

4.    Bahwa, memperhatikan kualifikasi yang dimaksud dalam Penjelasan Umum Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka jelas kekayaan sebesar Rp. 55.000.000.000 (lima puluh lima miliar) yang dipindahkan Direktur PT. Bumi Asih dengan memberikan Surat Kuasa Khusus kepada Pemohon Selaku Advokat, ke Rekening Bersama adalah kekayaan milik PT. Bumi Asih sebagai Perseroan Terbatas yang bisa dibuktikan berdasarkan laporan keuangan PT. Bumi Asih terlebih kedudukan PT. Bumi Asih sebagai Perseroan Terbatas tidak pernah melakukan penyertaan modal dan atau tambahan modal yang berasal dari Negara dan tidak pernah menyertakan modal pihak ketiga, atau pihak manapun melainkan keseluruhan modal perusahaan terdiri dari modal independent, sehingga uang yang dipindahkan kerekening bersama tersebut bukanlah uang milik Negara malainkan uang milik private;

5.    Bahwa, dengan tidak adanya kegiatan yang terbukti memperkaya diri sendiri atau menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dan tidak adanya fakta bahwa Keuangan Negara dirugikan atau Perekonomian Negara, maka tidak ada alasan obyektif yang sah untuk menetapkan Pemohon sebagai Tersangka. Dengan demikian maka tidak ada dugaan dugaan berdasarkan alat bukti yang cukup bahwa perbuatan Pemohon memenuhi elemen pokok adanya korupsi yaitu memperkaya diri sendiri atau menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dan tidak adanya fakta keuangan negara dirugikan atau perekonomian negara dirugikan, sehingga Penetapan Pemohon sebagai Tersangka oleh Termohon cacat hukum;

E.    Tindakan Direktur PT. Bumi Asih Jaya dalam memberikan Surat Kuasa Khusus kepada Pemohon selaku Advokat, dalam memindahkan aset PT. Bumi Asih sebesar Rp. 55.000.000.000 (lima puluh lima miliar) yang dipindahkan ke Rekening Bersama, bukanlah Ranah Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang, karena tindakan tersebut adalah langkah hukum Pemohon sebagai Advokat dalam melindungi asset dan kepentingan tertanggung dalam sita umum karena keputusan pailit, yang dipersiapkan untuk melaksanakan kewajiban Kepada Pemerintah Kota Batam;

1.    Bahwa, penetapan seorang Tersangka harus berpedoman pada ketentuan Pasal 183 Kuhap, yaitu sekurang-kurangnya berdasarkan dua alat bukti yang sah, Dengan demikian, untuk menetapkan seorang menjadi Tersangka dalam perkara korupsi, penyidik sekurang-kurangnya mempunyai dua alat bukti yang sah, bahwa tindak pidana yang menimbulkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara itu betul-betul terjadi dan tersangkalah yang melakukan perbuatan pidana itu setelah dilakukan pemeriksaan terhadap calon tersangka sebagaimana diputusakan oleh Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, Bahwa seseorang dapat ditetapkan sebagai Tersangka melakukan tindak pidana korupsi, karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan yang dapat merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara sebagaimana dimaksud Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara, sebagaimana dimaksud oleh Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

2.    Bahwa, ketentuan yang termuat dalam Pasal 2 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu;
“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”

Setidaknya memiliki 2 (dua) unsur antara lain unsur melawan hukum dan unsur memperkaya diri sendiri, sehingga untuk dapat menetapkan seseorang menjadi Tersangka, haruslah memiliki 2 (dua) alat bukti untuk membuktikan bahwa Pemohon telah melakukan perbuatan melawan hukum, dan perbuatan melawan hukum yang dilakukan Pemohon menimbulkan Kerugian Keuangan atau perbendaharaan negara;

3.    Bahwa, Tindakan Direktur PT. Bumi Asih Jaya dengan memberikan Surat Kuasa Khusus kepada Pemohon selaku Advokat untuk memindahkan aset PT. Bumi Asih sebesar Rp. 55.000.000.000 (lima puluh lima miliar) yang dipindahkan ke Rekening Bersama adalah tindakan hukum perdata pada sengketa perkara No. 136/Pdt/G/2013/PN.BTM antara PT. Bumi Asih dengan Pemerintah Kota Batam, yang belum memiliki Turunan Putusan Resmi Perkara guna pelaksanaan pengeksekusian Putusan Peninjauan Kembali oleh PT. Bumi Asih kepada Pemerintah Kota Batam yang dilindungi oleh Peraturan Perundang-Undangan;

4.    Bahwa, kekayaan PT. Bumi Asih sebesar Rp. 55.000.000.000 (lima puluh lima miliar) yang dipindahkan Direktur PT. Bumi Asih dengan memberikan Surat Kuasa Khusus kepada Pemohon selaku Advokat ke Rekening Bersama adalah kekayaan milik PT. Bumi Asih sebagai Perseroan Terbatas yang bisa dibuktikan berdasarkan laporan keuangan PT. Bumi Asih, sehingga kekayaan tersebut bukanlah keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Pasal 2 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

5.    Bahwa, mengenai adanya dugaan Tindak Pidana Pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam berdasarkan surat perintah Penyidikan kepala kejaksaan tinggi kepulauan Riau Nomor : Print-204/N.10/Fd.1/07/2017 tanggal 17 Juli 2017 adalah tidak sah, karena Tindak Pidana Pencucian uang tersebut memerlukan predicat crime sebagai perkara pokok yang menopang adanya tindak pidana pencucian uang, dengan demikian sangkaan mengenai dugaan tindak pidana pencucian uang dalam dugaan Tindak pidana dalam perkara a quo adalah tidak berdasarkan hukum;

F.    Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau Keliru dalam menetapkan Pemohon sebagai Tersangka, karena locus delicti atau peristiwa yang disangkakan sebagai peristiwa pidana mulai dari Pembukaan Rekening, Pencairan Keuangan dan Pembuatan perjanjian Kesepakatan Penyelesaian Sebagian antara PT. Bumi Asih dengan Pemerintah Kota Batam tersebut berada diluar wilayah Kepulauan Riau.

1.    Bahwa, pembuatan perjanjian kesepakatan penyelesaian sebagaian kewajiban pada tanggal 18 September 2013 yang dilakukan antara antara PT. Bumi Asih dengan Pemerintah Kota Batam dilakukan di Jakarta, perihal tersebut juga melatarbelakangi pembuatan rekening bersama yang ditujukan untuk menyimpan dan menyelesaikan hubungan keperdataan antara PT. Bumi Asih dengan Pemerintah Kota batam yang dialamatkan dalam rekening bersama di PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Cabang Menteng Jakarta Pusat (KCP Jakarta Menteng 12212) Rekening: 122.00.5678999.6 Atas nama : Mohammad Nashihan/Syafei, yang akan direalisasikan pada saat Peninjauan Kembali telah berkekuatan hukum tetap, yang pada saat ini masih menunggu salinan putusan secara resmi, sebagaimana dimaksud dalam Kami yang dikirimkan kepada Mahkamah Agung Tertanggal 14 Juli 2017 dengan Perihal mohon percepatan pengiriman berkas putusan perkara a quo ke pengadilan Negeri Batam/ Pengadilan Negeri Pengaju dan sampai pada saat ini, kami menunggu salinan putusan perkara a quo;

2.    Bahwa, Menurut Moeljatno Tempus delicti, yaitu berdasarkan waktu, untuk menentukan apakah suatu undang-undang dapat diterapkan terhadap suatu tindak pidana, sedangkan Locus Delicti dalam kamus hukum S. Adiwinoto, yang artinya tempat, locus delicti adalah ketentuan tentang tempat terjadinya tindak pidana. Penentuan tempat delik dalam bahasa latin dikenal dengan locus delicti, yang merupakan rangkaian dari kata locus dan delictum. Locus berarti ”tempat,” sedangkan delictum berarti “perbuatan melawan hukum, kejahatan, dan tindak pidana”. Sehingga locus delicti berarti “tempat kejadian dari kejahatan”. Akhirnya timbul penyebutan dalam bidang hukum dengan locus regit actum yang berarti “tempat dari perbuatan menentukan hukum yang berlaku terhadap perbuatan itu”. Selanjutnya karena peristiwa pembuatan perjanjian kesepakatan penyelesaian sebagaian kewajiban yang dilakukan antara antara PT. Bumi Asih Jaya dan Pemerintah Kota Batam yang dijadikan sebagai kerangka Termohon dalam menetetapkan Pemohon sebagai Tersangka, berada di luar locus delicti dari Kejaksaan Tinggi Kepualauan Riau, maka Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau tidak berwenang dalam menyidik peristiwa pidana sebagaimana dimaksud dalam surat perintah Penyidikan kepala kejaksaan tinggi kepualauan Riau Nomor : Print-204/N.10/Fd.1/07/2017 tanggal 17 Juli 2017

Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian pada pointer di atas maka disimpulkan bahwa Penetapan Pemohon sebagai Tersangka oleh Termohon dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, dikarenakan;

1.    Bahwa, Penetapan Pemohon sebagai Tersangka oleh Termohon diikuti oleh 3 (tiga) Surat Perintah Penyidikan yang tumpang tindih yaitu Surat Perintah Penyidikan No. Print-204/N.10.1/Fd.1/07/2017 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Atas Penyalahgunaan dana penyelenggaraan asuransi kesehatan dan tunjangan hari tua bagi pegawai negeri sipil dan tenaga harian lepas pada pemerintah kota batam yang ditempatkan pada PT. Bumi Asih Jaya “dalam pailit”) Tanggal 14 Juli 2017, kedua Surat Perintah Penyidikan No. Print-205/N.10.1/Fd.1/07/2017 Tentang Tindak Pidana Korupsi Atas Penyalahgunaan dana penyelenggaraan asuransi kesehatan dan tunjangan hari tua bagi pegawai negeri sipil dan tenaga harian lepas pada pemerintah kota batam yang ditempatkan pada PT. Bumi Asih Jaya “dalam pailit”) Tertanggal 19 Juli 2017, yang kemudian ditambahkan Termohon dengan mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan No. Print-282/N.10.1/Fd.1/09/2017 Tentang Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Tanggal 14 September 2017 sehingga terjadi tumpang tindih Surat Perintah Penyidikan dan tidak sesuai dengan kaidah hukum acara pidana karena berdasarkan Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : SE-021/A/JA/09/2015, Surat Perintah Penyidikan dikeluarkan hanya 1 Kali;

2.    Bahwa, Penetapan Pemohon sebagai Tersangka oleh Termohon tidak didasarkan Bukti Permulaan yang cukup, Karena Penetapan Tersangka yang dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon dilakukan bersamaan dengan dikeluarkanya Surat Perintah Penyidikan Nomor : Print-282/N.10/Fd.1/09/2017 Tanggal 14 September 2017 Tentang Tindak Pidana Korupsi dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Atas Penyalahgunaan dana penyelenggaraan asuransi kesehatan dan tunjangan hari tua bagi pegawai negeri sipil dan tenaga harian lepas pada pemerintah kota batam yang ditempatkan pada PT. Bumi Asih Jaya “dalam pailit”, sehingga Penetapan Tersangka yang seharusnya adalah Proses akhir Penyidikan, ditempatkan menjadi Proses Awal Penyidikan dan tidak sesuai dengan konteks hukum pembuktian universal yang dikenal dengan istilah physical evidence atau real evidence.

3.    Bahwa, Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau Prematur dalam menetapkan Pemohon Praperadilan sebagai Tersangka dalam Dugaan Tindak Pidana Korupsi serta Dugaan Tindak Pidana Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, karena pemindahan aset milik PT. Bumi Asih sebesar Rp. 55.000.000.000 (lima puluh lima miliar) yang di Direktur Utama PT. Bumi Asih dengan memberikan Surat Kuasa Khusus kepada Pemohon selaku Advokat dalam memindahkan asset PT. Bumi Asih ke Rekening Bersama adalah rangkaian tindakan perdata pada sengketa perkara No. 136/Pdt/G/2013/PN.BTM antara PT. Bumi Asih dengan Pemerintah Kota Batam, yang belum memiliki Turunan Putusan Resmi Perkara guna pelaksanaan pengeksekusian Putusan Peninjauan Kembali oleh PT. Bumi Asih kepada Pemerintah Kota Batam;

4.    Bahwa, Pemohon Praperadilan ditetapkan sebagai Tersangka dalam Dugaan Tindak Pidana Korupsi serta Dugaan Tindak Pidana Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang tanpa adanya Kerugian Negara atau Perekonomian Negara, karena pemindahan aset milik PT. Bumi Asih sebesar Rp. 55.000.000.000 (lima puluh lima miliar) ke Rekening Bersama adalah kekayaan milik PT. Bumi Asih sebagai Perseroan Terbatas;

5.    Bahwa, Tindakan Direktur PT. Bumi Asih Jaya dalam memberikan Surat Kuasa Khusus kepada Pemohon selaku Advokat sehubungan dengan memindahkan aset PT. Bumi Asih sebesar Rp. 55.000.000.000 (lima puluh lima miliar) bukanlah Ranah Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang, karena tindakan tersebut adalah langkah hukum Pemohon sebagai Advokat dalam melindungi asset dan kepentingan tertanggung dalam sita umum karena keputusan pailit, yang dipersiapkan untuk melaksanakan kewajiban Kepada Pemerintah Kota Batam;

6.    Bahwa, Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau Keliru dalam menetapkan Pemohon sebagai Tersangka, karena locus delicti atau peristiwa yang disangkakan sebagai peristiwa pidana mulai dari Pembukaan Rekening, Pencairan Keuangan dan Pembuatan perjanjian Kesepakatan Penyelesaian Sebagian antara PT. Bumi Asih dengan Pemerintah Kota Batam tersebut berada diluar wilayah Kepulauan Riau.

Petitum

Berdasarkan alasan-alasan yang telah diuraikan diatas, Pemohon memohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Tanjung Pinang cq Hakim Tunggal yang memeriksa Perkara Permohonan Praperadilan ini berkenan memeriksa dan memutus perkara ini sebagai berikut :

1.    Mengabulkan Permohonan Pemohon Praperadilan untuk seluruhnya;
2.    Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau No. Print-282/N.10.1/Fd.1/09/2017 Tentang Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Atas Penyalahgunaan dana penyelenggaraan asuransi kesehatan dan tunjangan hari tua bagi pegawai negeri sipil dan tenaga harian lepas pada pemerintah kota batam yang ditempatkan pada PT. Bumi Asih Jaya “dalam pailit”) Tanggal 14 September 2017, yang menetapkan Pemohon sebagai Tersangka oleh Termohon berdasarkan  Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau No. Print-282/N.10.1/Fd.1/09/2017 adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya Penetapan a quo tidak mempunyai kekuatan mengikat;
3.    Menyatakan Penetapan Tersangka atas diri Pemohon yang dilakukan oleh Termohon adalah tidak sah;
4.    Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkaitan dengan Penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon oleh Termohon;
5.    Merehabilitasi nama baik dan martabat Pemohon kepada keadaan semula;
6.    Membebankan biaya perkara yang timbul kepada Negara, atau;

Mohon putusan yang seadil-adilnya ex aequo et bono.

Penasehat Hukum Pemohon
Kantor Hukum Pilipus Tarigan, S.H., M.H

 

 

Pilipus Tarigan, S.H., M.H

 

 

Heri Perdana Tarigan, S.H., C.L.A

 

Pihak Dipublikasikan Ya