Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI TANJUNG PINANG
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2019/PN Tpg Untung Als Ahwa Bin Ati 1.KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
2.KEPALA KEPOLISIAN DAERAH KEPULAUAN RIAU
3.KEPALA KEPOLISIAN RESOR TANJUNGPINANG
Minutasi
Tanggal Pendaftaran Senin, 18 Feb. 2019
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2019/PN Tpg
Tanggal Surat Senin, 18 Feb. 2019
Nomor Surat 1
Pemohon
NoNama
1Untung Als Ahwa Bin Ati
Termohon
NoNama
1KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
2KEPALA KEPOLISIAN DAERAH KEPULAUAN RIAU
3KEPALA KEPOLISIAN RESOR TANJUNGPINANG
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Kepada Yth.
Bapak Ketua Pengadilan Negeri Tanjungpinang
Jalan Jenderal Ahmad Yani No. 29 Tanjungpinang
di
      TANJUNGPINANG


Perihal : PERMOHONAN PRAPERADILAN TERHADAP TIDAK SAHNYA
              PENETAPAN TERSANGKA DAN TIDAK SAHNYA PENAHANAN
              KEPADA TERSANGKA UNTUNG Als AHWA Bin ATI

Dengan hormat;
Yang bertandatangan dibawah ini;
1.    Nama        : HENRY REINALDY RUITAN, S.H.
      Tempat lahir    : Surabaya
      Tanggal Lahir    : 19 Juli 1974
Umur        : 44  Tahun
Jenis kelamin    : Laki-laki
Agama        : Islam
Warga Negara    : Indonesia
Alamat        : Jl. Jenggolo No. 18 RT/RW 020/009, Winongo,  
                             Manguharjo, Madiun
Pekerjaan    : Advokat
Status kawin    : Kawin
Pendidikan    : S-1 (Strata 1)
No. KTPA        : 17.03361
Tanggal berlaku KTPA    : Beraku s/d 31 Desember 2018

2.    Nama        : SANIH MAFADI, S.H., M.H.
Tempat Lahir    : Lamongan
Tanggal Lahir    : 12 Mei 1981
Umur        : 35 Tahun
Jenis Kelamin    : Laki-laki
Agama        : Islam
Warga Negara    : Indonesia
Alamat        : RT 01/RW 01 Desa Paciran, Kecamatan Paciran,
                             Lamongan
Pekerjaan    : Advokat
Status Kawin    : Kawin
Pendidikan    : S-2 (Strata 2)
Nomor KTPA    : 08.10785
Tanggal berlakunya KTPA    : Berlaku s/d 31 Desember 2018

    Para Advokat pada Kantor Advokat RUITAN & ASSOCIATES yang berkedudukan kantor di Jalan Mahardika Gang Surya II RT/RW 005/007, Kelurahan Pinang Kencana, Kecamatan Tanjungpinang Timur. Baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri, berdasarkan Surat Kuasa Khusus (copy terlampir), dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama:
Nama            : UNTUNG Als AHWA Bin ATI
Tempat/Tgal Lahir    : Tanjung Pinang, 24 Juni 1979
Jenis Kelamin    : Laki-Laki
Alamat        : Perum Kijang Kencana IV RT.005 RW.009 Kota
                                  Tanjung Pinang
Pekerjaan        : Wiraswasta
Kewarganegaraan     : WNI
Selanjutnya disebut-------------------------------------------------------------PEMOHON

Dengan ini Pemohon mengajukan Permohonan Praperadilan sehubungan dengan penetapan tersangka dan penahanan yang tidak sah secara hukum atas diri Pemohon di wilayah hukum Pengadilan Negeri Tanjungpinang, ditujukan  terhadap:
1.    KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (KAPOLRI), beralamat di Jalan Trunojoyo No. 3 Jakarta Selatan, DKI-Jakarta 12110
Selanjutnya disebut----------------------------------------------------------TERMOHON I
2.    KEPALA KEPOLISIAN DAERAH (KAPOLDA) KEPULAUAN RIAU, beralamat di Jalan Hang Jebat Batu Besar, Kota Batam, Kepulauan Riau
Selanjutnya disebut---------------------------------------------------------TERMOHON II
3.    KEPALA KEPOLISIAN RESOR (KAPOLRES) TANJUNGPINANG, beralamat di Jalan A. Yani No. 1 Tanjungpinang
Selanjutnya disebut--------------------------------------------------------TERMOHON III
Untuk selanjutnya Termohon I, Termohon II, Termohon III disebut sebagai Para Termohon.

Adapun alasan-alasan atau dasar Permohonan Praperadilan tersebut adalah sebagai berikut;
A.    DASAR HUKUM
1.    Bahwa Permohonan Praperadilan ini diajukan berdasarkan ketentuan Pasal 77 dan Pasal 79 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang menyatakan sebagai berikut:
Pasal 77 KUHAP:
“Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:
a.  Sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
b.  Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan .”
2.    Bahwa Pasal 77 huruf a KUHAP telah diuji oleh Mahkamah Konstitusi dalam putusan perkara nomor 21/PUU-XII/2014, dimana Mahkamah Konstitusi menyatakan ketentuan Praperadilan yang tertuang dalam Pasal 77 huruf a KUHAP bertentangan dengan Konstitusi sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan.
3.    Bahwa keberadaan Lembaga Praperadilan, sebagaimana diatur dalam Bab X Bagian Kesatu KUHAP dan Bab XII Bagian Kesatu KUHAP secara jelas dan tegas dimaksudkan sebagai sarana kontrol atau pengawasan horizontal untuk menguji keabsahan penggunaan wewenang oleh aparat penegak hukum (in casu Penyelidik/Penyidik maupun Penuntut Umum), sebagai upaya koreksi terhadap penggunaan wewenang apabila dilaksanakan secara sewenang-wenang dengan maksud/tujuan lain di luar dari yang ditentukan secara tegas dalam KUHAP, guna menjamin perlindungan terhadap hak asasi setiap orang termasuk dalam hal ini Pemohon. Menurut Luhut M. Pangaribuan, lembaga Praperadilan yang terdapat di dalam KUHAP identik dengan lembaga pre trial yang terdapat di Amerika Serikat yang menerapkan prinsip Habeas Corpus, yang mana pada dasarnya menjelaskan bahwa di dalam masyarakat yang beradab maka pemerintah harus selalu menjamin hak kemerdekaan seseorang;
4.    Bahwa lembaga Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 s/d 83 KUHAP adalah suatu lembaga yang berfungsi untuk menguji apakah tindakan/upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik/penuntut umum sudah sesuai dengan undang-undang dan tindakan tersebut telah dilengkapi administrasi penyidikan secara cermat atau tidak, karena pada dasarnya tuntutan Praperadilan menyangkut sah tidaknya tindakan penyidik atau penuntut umum di dalam melakukan penyidikan atau penuntutan;
5.    Bahwa tujuan Praperadilan seperti yang tersirat dalam penjelasan Pasal 80 KUHAP adalah untuk menegakkan hukum, keadilan, kebenaran melalui sarana pengawasan horizontal, sehingga esensi dari Praperadilan adalah untuk mengawasi tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap Tersangka, benar-benar dilaksanakan sesuai ketentuan undang-undang, dilakukan secara profesional dan bukan tindakan yang bertentangan dengan hukum sebagaimana diatur dalam KUHAP atau perundang-undangan lainnya;
6.    Bahwa apabila kita melihat pendapat S. Tanusubroto, yang menyatakan bahwa keberadaan lembaga Praperadilan sebenarnya memberikan peringatan:
1)    Agar penegak hukum harus hati-hati dalam melakukan tindakan hukumnya dan setiap tindakan hukum harus didasarkan kepada ketentuan hukum yang berlaku, dalam arti ia harus mampu menahan diri serta menjauhkan diri dari tindakan sewenangwenang;
2)    Ganti rugi dan rehabilitasi merupakan upaya untuk melindungi warga negara yang diduga melakukan kejahatan yang ternyata tanpa didukung dengan alat bukti yang menyakinkan sebagai akibat dari sikap dan perlakuan penegak hukum yang tidak mengindahkan prinsip hak-hak asasi manusia;
3)    Hakim dalam menentukan ganti kerugian harus memperhitungkan dan mempertimbangkan dengan seksama, baik untuk kepentingan orang yang dirugikan maupun dari sudut kemampuan finansial pemerintah dalam memenuhi dan melaksanakan putusan hukum itu;
4)    Dengan rehabilitasi berarti orang itu telah dipulihkan haknya sesuai dengan keadaan semula yang diduga telah melakukan kejahatan;
5)    Kejujuran yang menjiwai KUHAP harus diimbangi dengan integritas dan dedikasi dari aparat penegak hukum, karena tanpa adanya keseimbangan itu semuanya akan sia-sia belaka.
Selain itu menurut pendapat Indriyanto Seno Adji bahwa KUHAP menerapkan lembaga Praperadilan untuk melindungi seseorang dalam pemeriksaan pendahuluan terhadap tindakan-tindakan kepolisian dan atau kejaksaan (termasuk Para Termohon sebagai salah satu institusi yang juga berhak menyidik) yang melanggar hukum dan merugikan seseorang (in casu Pemohon), dimana lembaga Praperadilan ini berfungsi sebagai lembaga pengawas terhadap upaya paksa yang dilaksanakan oleh pejabat penyidik dalam batasan tertentu;
7.    Bahwa apa yang diuraikan di atas, yaitu Lembaga Praperadilan sebagai upaya pengawasan penggunaan wewenang guna menjamin perlindungan Hak Asasi Manusia, telah dituangkan secara tegas dalam Konsiderans Menimbang huruf (a) dan (c) KUHAP dengan sendirinya menjadi spirit atau ruh atau jiwanya KUHAP, yang berbunyi :
a)    Bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala warganegara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
b)    Bahwa pembangunan hukum nasional yang demikian itu di bidang hukum acara pidana adalah agar masyarakat menghayati hak dan kewajibannya dan untuk meningkatkan pembinaan sikap para palaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing ke arah tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian hukum demi terselenggaranya negara hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Juga ditegaskan kembali dalam Penjelasan Umum KUHAP, tepatnya pada angka 2 paragraf ke-6 yang berbunyi:
…..Pembangunan yang sedemikian itu di bidang hukum acara pidana bertujuan, agar masyarakat dapat menghayati hak dan kewajibannya dan agar dapat dicapai serta ditingkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing kearah tegak mantabnya hukum, keadilan dan perlindungan yang merupakan pengayoman terhadap keluhuran harkat serta martabat manusia, ketertiban dan kepastian hukum demi tegaknya Republik Indonesia sebagai Negara Hukum sesuai dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945”;
8.    Bahwa tindakan penyidik untuk menentukan seseorang sebagai Tersangka merupakan salah satu proses dari sistem penegakan hukum pidana sebagaimana dimaksud dalam KUHAP, oleh karenanya proses tersebut haruslah diikuti dan dijalankan dengan prosedur yang benar sebagaimana diatur dan ditentukan dalam KUHAP atau perundang-undangan yang berlaku. Artinya, setiap proses yang akan ditempuh haruslah dijalankan secara benar dan tepat sehingga asas Kepastian Hukum dapat terjaga dengan baik dan pada gilirannya hak asasi yang akan dilindungi tetap dapat dipertahankan. Apabila prosedur yang harus diikuti untuk mencapai proses tersebut (penetapan tersangka) tidak dipenuhi, maka sudah barang tentu proses tersebut menjadi cacat dan haruslah dikoreksi/dibatalkan.
9.    Bahwa penetapan status seseorang sebagai Tersangka in casu Pemohon, yang dilakukan tidak berdasarkan hukum/tidak sah, jelas menimbulkan hak hukum bagi seseorang untuk melakukan upaya hukum berupa koreksi dan/ atau pengujian terhadap keabsahan melalui Lembaga Praperadilan. Upaya penggunaan hak yang demikian itu selain sesuai dengan spirit atau ruh atau jiwa KUHAP, juga sesuai dan dijamin dalam ketentuan Pasal 17 UU 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM), yang berbunyi:
“Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar”.
10.    Bahwa Para Termohon memiliki struktur organisasi yang disusun secara berjenjang dari tingkat pusat sampai ke kewilayahan. Organisasi Polri tingkat pusat disebut Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri); sedang organisasi Polri tingkat kewilayahan disebut Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda) di tingkat provinsi, Kepolisian Negara Republik Indonesia Resort (Polres) di tingkat kabupaten/kota, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia Sektor (Polsek) di wilayah kecamatan.
11.    Bahwa Termohon I dan Termohon II memiliki tugas dan fungsi untuk melakukan pengawasan dan pengendalian Terhadap Termohon III agar dapat menemukan dan mengoreksi penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.

B.    FAKTA-FAKTA
12.    Bahwa Pemohon Praperadilan adalah Tersangka yang dituduh/diduga melakukan tindak pidana “Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I” dan/atau “Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman” juncto “Percobaan atau pemufakatan untuk melakukan tindak pidana narkotika” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 Ayat (1) dan/atau Pasal 112  Ayat (1) Juncto Pasal 132 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : Sp.Sidik/76/XII/2018/Resnarkoba, Tanggal 6 Desember 2018.
13.    Bahwa pada tanggal 7 Desember 2018 Pemohon telah ditangkap oleh petugas Satuan Reserse Narkoba Polres Tanjungpinang atas dugaan tindak pidana penyalahgunaan narkotika berdasarkan Surat Perintah Penangkapan Nomor : Sp.Kap/105/XII/2018/Res Narkoba.
14.    Bahwa Pemohon ditangkap berdasarkan pengembangan perkara dari Tersangka yang ditangkap sebelumnya, yakni Sdr. HENDRA LESMONO, yang mengaku telah memakai narkoba bersama Pemohon.
15.    Bahwa setelah dilakukan penangkapan, maka Pemohon ditetapkan sebagai Tersangka dan ditahan, serta dikenakan tuduhan melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 Ayat (1) dan/atau Pasal 112  Ayat (1) Juncto Pasal 132 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
16.    Bahwa Pemohon sangat keberatan atas pengenaan tuduhan/sangkaan Pasal 114 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika (UU Narkotika) terhadap Pemohon.

Pasal 114 Ayat (1)
(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

17.    Bahwa Pasal 114 Ayat (1) UU Narkotika adalah pasal untuk pengedar narkoba, sedangkan dari bukti-bukti dan saksi-saksi yang ada sama sekali tidak membuktikan jika Pemohon adalah seorang pengedar narkoba. Kami tegaskan lagi tidak ada alat bukti sama sekali jika Pemohon pernah menjual/mengedarkan narkotika kepada orang lain dan tidak ada saksi satu pun yang menerangkan pernah membeli narkoba dari Pemohon. Justru Pemohon yang membeli dari Sdr. HENDRA LESMONO dan menjadi korban penyalahgunaan narkotika.
18.    Bahwa Pemohon juga keberatan atas pengenaan tuduhan/sangkaan Pasal 112 Ayat (1) Juncto Pasal 132 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika karena Pemohon adalah korban penyalahgunaan narkotika.
Pasal 112
(1)    Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

19.    Bahwa dari fakta-fakta maupun alat bukti yang ada, Pemohon adalah sebagai korban penyalahgunaan narkotika dan seharusnya terhadap Pemohon dikenakan Pasal 127 UU Narkotika, yang berbunyi:

(1)    Setiap Penyalah Guna:
a.     Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun;
20.    Bahwa selain itu Pemohon berdasarkan Pasal 54 UU Narkotika juga wajib menjalani rehabilitasi.
Bagian Kedua Rehabilitasi
Pasal 54
Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

21.    Bahwa sebelumnya Pemohon melaporkan kejadian pencurian mobil di Polres Tanjungpinang berdasarkan Laporan Polisi Nomor: STTLP/72/VIII/2018/KEPRI/SPKT-RES TPI, Tanggal 30 Agustus 2018.
22.    Bahwa guna menguatkan laporannya, Pemohon menyerahkan bukti BPKB Mobil Toyota Hi-Lux Nopol: BP 8055 AP dan dilakukan penyitaan berdasarkan Berita Acara Penyitaan Tanggal 27 September 2018. Selanjutnya penyidik Polres Tanjungpinang melakukan gelar perkara dan menyatakan laporan polisi Pemohon atas pencurian dihentikan penyidikannya karena Tidak Terdapat Cukup Bukti. Sejak Laporan Polisi kasus pencurian dihentikan pada Bulan Oktober 2018, sampai sekarang Pemohon belum menerima Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
23.    Bahwa penyidik Polres Tanjungpinang ternyata tidak mengembalikan BPKB Mobil Toyota Hi-Lux Nopol: BP 8055 AP yang disita dari Pemohon kepada Pemohon tetapi menyerahkan BPKB tersebut kepada orang lain yang bernama AGUS SALIM. Padahal berdasarkan ketentuan Pasal 46 Ayat (1) KUHAP menyatakan:
Pasal 46 Ayat (1) KUHAP
(1) Benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka dari siapa benda itu disita, atau kepada orang atau kepada mereka yang paling berhak apabila:
a. kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi;
b. perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau ternyata tidak merupakan tindakpidana;
c. perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup demihukum, kecuali apabila benda itu diperoleh dari suatu tindak pidana atau yang dipergunakan untuk melakukan suatu tindak pidana.
24.    Bahwa Pemohon adalah orang yang paling berhak atas pengembalian barang bukti BPKB tersebut. Logika hukumnya adalah Pemohon menyerahkan bukti BPKB karena untuk menguatkan bukti atas laporan polisinya, namun BPKB tersebut oleh Penyidik justru diserahkan kepada orang lain.
25.    Bahwa Pemohon merasa`diperlakukan tidak adil sehingga membuat pengaduan kepada Ombudsman Republik Indonesia dan kejanggalan atas penanganan laporan polisi kasus pencurian tersebut diberitakan oleh media, sehingga membuat Para Termohon menerapkan tuduhan kepada Pemohon Pasal 114 Ayat (1) dan/atau Pasal 112  Ayat (1) Juncto Pasal 132 UU Narkotika secara subyektif dan tidak berdasarkan fakta-fakta yang sebenarnya.
26.    Bahwa di sisi lain Pemohon mengalami stress akibat mobilnya dicuri, sehingga melakukan penyalahgunaan narkoba.
27.    Bahwa penerapan Pasal 114 Ayat (1) dan Pasal 112 Ayat (1) Juncto Pasal 132 UU Narkotika terhadap Pemohon kental dengan subyektivitas dan bukan atas adanya obyektivitas dalam penegakan hukum. Pemohon berharap perkara a quo ditangani secara obyektif, profesional dan proporsional.

C.    TINDAKAN PARA TERMOHON MENETAPKAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA TUDUHAN PASAL 114 AYAT (1) DAN/ATAU PASAL 112  AYAT (1) JUNCTO PASAL 132 UU NARKOTIKA ADALAH TIDAK SAH
28.    Bahwa dalam perkara a quo, Pemohon ditetapkan sebagai Tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : Sp.Sidik/76/XII/2018/Resnarkoba, Tanggal 6 Desember 2018, dan penetapan Tersangka terhadap Pemohon dengan tuduhan Pasal 114 Ayat (1) dan/atau Pasal 112  Ayat (1) Juncto Pasal 132 UU Narkotika adalah tidak sah karena tidak didukung oleh 2 (dua) alat bukti yang sah.
29.    Bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 21/PUU-XII/2014 Frasa “Bukti Permulaan”, Frasa “Bukti Permulaan Yang Cukup” dan “Bukti Yang Cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP oleh Mahkamah Konstitusi dinyatakan harus dimaknai sebagai “minimal dua alat bukti” sesuai dengan pasal 184 KUHAP. Oleh karena itu, menurut hukum penetapan Pemohon sebagai Tersangka harus didasarkan adanya “bukti permulaan, yaitu dua alat bukti yang sah berdasarkan hukum”. Sedangkan alat bukti yang dimiliki oleh Para Termohon tidaklah cukup untuk menetapkan Pemohon sebagai Tersangka dengan tuduhan Pasal 114 Ayat (1) dan/atau Pasal 112  Ayat (1) Juncto Pasal 132 UU Narkotika.
30.    Bahwa Pasal 114 Ayat (1) Juncto Pasal 132 UU Narkotika adalah pasal yang ditujukan bagi pengedar narkotika, sedangkan Pemohon adalah penyalahguna narkotika dan melakukan penyalahgunaan narkotika karena stress menghadapi permasalahan.
31.    Bahwa Pasal 112 Ayat (1) Juncto Pasal 132 UU Narkotika juga tidak dapat diterapkan kepada Pemohon karena Pemohon adalah penyalahguna narkotika.
32.    Bahwa Pemohon dalam pemeriksaan pada tanggal 12 Desember 2018 telah mengaku kepada Penyidik telah mengkonsumsi narkoba jenis sabu-sabu dengan harapan mendapatkan penanganan perkara secara adil, obyektif dan proporsional dan dikenakan tuduhan Pasal 127 Ayat (1) UU Narkotika terkait penyalahgunaan narkotika.
33.    Bahwa adapun keterangan Pemohon pada pemeriksaan tanggal 12 Desember 2018 antara lain sebagai berikut:

PERTANYAAN                            JAWABAN
17. Jika bukan dari saudara, tahukah saudara darimanakah saudara HENDRA LESMONO mendapatkan 1 (satu) paket diduga Narkotika Golongan I bukan tanaman jenis Sabu yang dibungkus dengan plastik bening yang disitanya tersebut ? Jelaskan!
17.    Saya tidak mengetahui darimana saudara HENDRA LESMONO mendapatkan 1(satu) paket diduga Narkotika Golongan I bukan tanaman jenis Sabu yang dibungkus dengan plastik bening yang disitanya tersebut.

18. Sudah berapa kali saudara membeli Narkotika Golongan I bukan tanaman jenis Sabu yang dibungkus dengan plastik bening dari saudara HENDRA LESMONO ? Jelaskan!
18. Saya membeli Narkotika Golongan I bukan tanaman jenis Sabu dari saudara HENDRA LESMONO sudah 10 (sepuluh) kali

19. Sudah berapa kali saudara YOYOK memesan/membeli Narkotika Golongan I bukan tanaman jenis Sabu dari saudara HENDRA LESMONO melalui saudara ? Jelaskan!
19.    Saudara YOYOK memesan/membeli Narkotika Golongan I bukan tanaman jenis Sabu dari saudara HENDRA LESMONO melalui saya adalah 2 atau 3 kali.

20. Sudah berapa lamakah saudara kenal dengan saudara HENDRA LESMONO? Apakah saudara mempunyai hubungan terhadap saudara HENDRA LESMONO? Jelaskan!
20. Saya kenal dengan saudara HENDRA LESMONO dari pertengahan tahun 2016 yang lalu, hubungan saya dan saudara HENDRA LESMONO yang mana dia adalah karyawan saya waktu saya buka dealer motor namun ketika dealer motor saya tutup dia saya angkat jadi supir untuk saya dan keluarga dan saya tidak mempunyai hubungan apapun dengan saudara HENDRA LESMONO.

21.    Jelaskan oleh saudara ceritakan bagaimana caranya saudara hingga bisa dilakukan penangkapan!
21. Berawal pada hari Kamis tanggal 06 Desember 2018 sekira pukul 10.00 wib, Saya datang ke bengkel HENDRA LESMONO dan mengatakan kepada saudara HENDRA LESMONO bahwa saya ingin memesan/membeli dan menggunakan Narkotika Golongan I bukan tanaman jenis Sabu kemudian saya pun menggunakan Narkotika Golongan I bukan tanaman jenis Sabu berdua dengan
saudara HENDRA LESMONO dengan menggunakan seperangkat alt hisap Sabu/Bong milik saudara HENDRA LESMONO didalam bengkel tersebut. Setelah saya dan saudara HENDRA LESMONO selesai menggunakan Narkotika Golongan I bukan tanaman jenis Sabu tersebut saya langsung pulang kerumah istirahat hingga keesokan harinya pada hari Jumat tanggal 07 Desember 2018 sekira pukul 10.00 wib datanglah Pihak Kepolisian kerumah saya Perum.Kijang Kencana 5 V Blok F No.43 Rt.005/Rw.009 Tanjungpinang dengan membawa saudara HENDRA LESMONO dan menanyakan apakah saya ada memesan dan membeli
serta ikut menggunakan Narkotika Golongan I bukan tanaman jenis Sabu
bersama-sama dengan saudara HENDRA LESMONO dan saya jawab "ada". Ketika dilakukan penggeledahan didalam rumah saya, Pihak Kepolisian menemukan barang bukti berupa 1 (satu) unit timbangan digital warna silver, 1 (satu) buah bungkus kotak rokok U Mild yang berisikan 9 (Sembilan) lembar kantong plastik kecil bening, 1 (satu) buah pipa kaca pyrex berbentuk cangklong dan 1 (satu) unit Handphone merk Samsung Galaxy S8 warbna hitam beserta kartu didalamnya yang saya akui adalah milik saya. Kemudian saya dan saudara
HENDRA LESMONO beserta barang bukti yang ditemukan dibawa ke Kantor Reserse Narkoba Polres Tanjungpinang

22. Jelaskan secara singkat, Terkait hasil Laboratorium Test Urine saudara Nomor 712320069 tanggal 07 Desember 2018 yang dinyatakan (+) Reaktif mengandung Met/Amphetamin oleh Instalasi Lab. RSUD Tanjungpinang. Apakah ada menggunakan Narkotika Golongan I bukan tanaman jenis Sabu? Jelaskan!
22. Terkait hasil Test Urine saya yang dinyatakan (+) Reaktif mengandung Met/Amphetamin oleh Instalasi Lab. RSUD Tanjungpinang tetapi saya ada menggunakan Narkotika jenis Sabu


34.    Bahwa Pemohon hanya 1 (satu) kali diperiksa sehubungan dengan tuduhan Pasal  Pasal 114 Ayat (1) dan/atau Pasal 112  Ayat (1) Juncto Pasal 132 UU Narkotika dan tidak pernah diperiksa dengan sangkaan Pasal 127 UU Narkotika.
35.    Bahwa Pemohon ditangkap adalah hasil pengembangan dari Tersangka Sdr. HENDRA LESMONO dan Pemohon tidak ditangkap pada saat sedang menghisap sabu-sabu. Keterangan Pemohon juga telah bersesuaian dengan keterangan saksi yakni Sdr. HENDRA LESMONO, yang menerangkan Pemohon sebagai pengguna narkotika jenis sabu-sabu.
36.    Bahwa Pemohon telah mengakui beberapa kali menggunakan Narkotika Golongan I jenis sabu bersama dengan Sdr. HENDRA LESMONO dan Sdr. YOYOK, sehingga dapat disimpulkan jika Pemohon adalah pemakai narkotika dan bukan pengedar.
37.    Bahwa keterangan saksi sebagai salah satu alat bukti untuk menetapkan Pemohon sebagai Tersangka dengan tuduhan sebagai pengedar narkotika sebagaimana Pasal 114 Ayat (1) UU Narkotika tidak terpenuhi. Tidak ada satu pun keterangan saksi yang dapat menerangkan jika Pemohon bertindak sebagai pengedar narkoba dan mendapatkan keuntungan dari jual beli narkotika.
38.    Bahwa ketika dilakukan penangkapan tidak ada bukti sabu-sabu pada Pemohon dan melihat dari fakta dan bukti, harus dipertimbangkan juga maksud dan tujuan atau konteks penguasaan maupun kepemilikan narkotika oleh Pemohon adalah untuk digunakan sendiri.
39.    Bahwa Pasal 111, 112, 113, 114 jo 132 UU Narkotika adalah pasal sanksi pidana yang dapat diterapkan/dikenakan bagi pihak yang memiliki narkotika untuk mengedarkan, menjual atau pihak yang menjadi kurir (perantara). Sedangkan Pasal 127 UU Narkotika adalah pasal yang dapat diterapkan/dikenakan bagi pihak yang memiliki narkotika sebagai penyalahguna atau pecandu. Adapun sanksi penjara pada Pasal 111, 112, 113, 114 adalah minimal 4 tahun dan maksimal hukuman mati. Sedangkan sanksi pada Pasal 127 UU Narkotika adalah rehabilitasi atau maksimal penjara 4 tahun. Terdapat hukuman penjara yang cukup berbeda/signifikan antara pasal tersebut.
40.    Bahwa yang menjadi persoalan atas penerapan pasal-pasal yang keliru dan sering digunakan aparat penegak hukum terhadap para penyalahguna narkotika adalah, adanya kerancuan/ambiguitas dalam pasal yang seharusnya dikenakan/diterapkan bagi bandar besar, pengedar, penjual atau kurir, namun dapat dikenakan juga pada korban penyalahguna atau pecandu narkotika. Hal ini dikarenakan pada Pasal tersebut terdapat unsur kata/frasa “memiliki, menguasai, menyimpan atau menyediakan narkotika”.
41.    Bahwa unsur frasa “memiliki, menguasai, menyimpan atau menyediakan narkotika” inilah yang seharusnya dikenakan kepada pihak yang menjadi bandar, pengedar, atau kurir. Namun sering dikenakan kepada pihak penyalahguna atau pecandu narkotika. Sehingga Rutan atau Lembaga Pemasyarakatan (LP) di seluruh penjuru negeri hampir 70% diisi oleh pelaku perkara narkotika. Tidak sedikit di antaranya adalah para penyalahguna atau pecandu narkotika, yang seharusnya bukan di situ tempatnya berada berdasarkan UU Narkotika.
42.    Bahwa dari sisi perlindungan, maka para penyalahguna atau pecandu seharusnya dilindungi dengan dibedakan pasal yang dikenakan kepadanya, tapi dalam praktik sering tidak terlindungi, karena dikenakan pasal yang seharusnya untuk bandar, pengedar, atau kurir. Sehingga hak dari para penyalahguna untuk dikenakan/diadili dan dihukum sesuai Pasal 127 UU Narkotika dengan hukuman rehabilitasi atau maksimal penjara 4 tahun, tidak didapatkan para penyalahguna atau pecandu narkotika tersebut.
43.    Bahwa unsur kepemilikan dan penguasaan narkotika menurut ketentuan Pasal 112 ayat (1) adalah kepemilikan atau penguasaan narkotika dalam konteks untuk diperdagangkan, diperjualbelikan atau diedarkan. Dengan kata lain, untuk peredaran gelap narkotika. Sebaliknya, jika kepemilikan atau penguasaan narkotika dalam konteks untuk digunakan secara melawan hukum, maka kepada para terdakwa lebih tepat diterapkan Pasal 127 ayat (1) huruf a UU Narkotika.
44.    Bahwa pada hakikatnya Pasal 127 UU Narkotika tujuannya diterapkan untuk pengguna narkotika dimana ancaman pidananya lebih ringan dan dapat rehabilitasi. Namun pada praktiknya Pasal 127 UU Narkotika sering berbenturan Pasal 112 UU Narkotika. Didalam pasal 112 UU Narkotika dan pasal 127 UU Narkotika ada kemiripan unsur, dalam praktiknya sering dijadikan kesewenangan-wenangan oleh penyidik dalam penerapan pasal.
45.    Bahwa dari hasil test urine terhadap Pemohon, hasilnya (+)/positif memakai narokoba jenis sabu-sabu, sehingga dapat diterapkan Pasal 127 UU Narkotika terhadap Pemohon.
46.    Bahwa dari fakta-fakta yang ada tergambar jelas jika kepemilikan atau penguasaan narkotika oleh Pemohon memenuhi Pasal 127 UU Narkotika. Dengan demikian diharapkan penegakan hukum menjadi lebih tepat sasaran, tidak asal untuk menjatuhi hukuman seberat-beratnya belaka kepada Pemohon.
47.    Bahwa berdasarkan bukti dan fakta yang ada, maka penerapan yang tepat dari perkara yang menjerat pemohon adalah Pasal 127 ayat (1) UU Narkotika dengan alasan ketika dilakukan penangkapan Pemohon penyalahgunaan narkotika jenis sabu-sabu dan penangkapan terhadap Pemohon adalah hasil pengembangan dari dari Tersangka Sdr. HENDRA LESMONO dan memakai narkoba tersebutdi tempat Sdr. HENDRA LESMONO.
48.     Bahwa Pemohon membeli dari dari Tersangka Sdr. HENDRA LESMONO bukan untuk diperdagangkan atau diperjualbeikan melainkan untuk digunakan/dipakai.
49.    Bahwa Pemohon yang bermaksud untuk menggunakan atau memakai narkotika tersebut, tentu saja menguasai atau memiliki narkotika tersebut, tetapi kepemilikan dan penguasaan narkotika tersebut semata-mata untuk digunakan. Sehubungan dengan hal tersebut maka harus dipertimbangkan bahwa kepemilikan atau penguasaan atas suatu narkotika dan sejenisnya harus dilihat maksud dan tujuannya atau kontekstualnya dan bukan hanya tekstualnya dengan menghubungkan kalimat dalam Undang-Undang tersebut
50.    Bahwa dalam perkara a quo berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan adalah terbukti melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 dan tidak terbukti melanggar Pasal 114, Pasal 112 ayat (1) Jo Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009,  karena sangatlah tidak adil apabila Pemohon dijatuhi hukuman, yang seharusnya diposisikan sebagai korban penyalahgunaan Narkotika, sehingga Pemohon wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan fisik dan psikisnya.
51.    Bahwa telah terbit Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 04 tahun 2010 Tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan Dan Pecandu Narkotika Ke Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis Dan Rehabilitasi Sosial, bahwa dalam Surat Edaran tersebut tertuang penerapan pemidanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 huruf a dan b Undang-Undang 35 tahun 2009 tentang Narkotika hanya dapat dijatuhkan pada klasifikasi tindak pidana pada saat ditangkap penyidik polri dan penyidik BNN dalam kondisi tertangkap tangan yang kedapatan ditemukannya barang bukti dengan perinciannya sebagai berikut:
1.    Kelompok metamphetamine (shabu)         : 1     Gram
2.    Kelompok MDMA (ekstasi)             : 2,4     Gram
3.    Kelompok Heroin                 : 1,8     Gram
4.    Kelompok Kokain                 : 1,8    Gram
5.    Kelompok Ganja                    : 5    Gram
6.    Kelompok Koka                     : 5    Gram
7.    Meskalin                        : 5    Gram
8.    Kelompok Psilosybin                 : 3     Gram
9.    Kelompok LSD (d-lysergic acid diethylamide): 2    Gram
10.    Kelompok PCD (phencyclidine)         : 3    Gram

52.    Bahwa terkait alat bukti petunjuk akan dijelaskan sebagai berikut:
Bahwa alat bukti petunjuk tidak dapat berdiri sendiri untuk membuktikan kesalahan Tersangka namun tetap terikat pada prinsip batas minimal pembuktian. Petunjuk dapat dikatakan mempunyai nilai kekuatan pembuktian cukup apabila didukung sekurang-kurangnya dengan satu alat bukti yang lain. Berbeda dengan alat bukti lain, alat bukti petunjuk diperoleh dari keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa, sehingga alat bukti petunjuk bukan merupakan alat bukti langsung (indirect bewijs), sehingga apabila kurang  berhati-hati dalam penggunaannya akan langsung mempengaruhi keputusan yang dihasilkan dan dapat menimbulkan penerapan hukum yang sewenang-wenang. Unsur atau syarat alat bukti petunjuk adalah:
a.    adanya perbuatan, kejadian, keadaan yang bersesuaian;
b.    bersesuaian antara masing-masing perbuatan, kejadian dan keadaan satu dengan yang lain;
c.    adanya menunjukkan bahwa benar telah terjadi suatu tindak pidana, dan menunjukkan siapa pelakunya.
Bahwa dari uraian diatas, alat bukti petunjuk tidak memenuhi syarat untuk menetapkan Pemohon sebagai Tersangka dengan tuduhan Pasal 114 Ayat (1) dan/atau Pasal 112  Ayat (1) Juncto Pasal 132 UU Narkotika.
Dengan demikian alat bukti petunjuk tidak dapat digunakan untuk menetapkan Pemohon sebagai Tersangka.

53.    Bahwa dari alat bukti yang digunakan Para Termohon tersebut untuk menetapkan Pemohon sebagai Tersangka sama sekali tidak menunjukkan adanya tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 114 Ayat (1) dan/atau Pasal 112  Ayat (1) Juncto Pasal 132 UU Narkotika yang dilakukan oleh Pemohon.
54.    Bahwa tindakan Para Termohon yang menetapkan Pemohon sebagai Tersangka, padahal Para Termohon tidak memiliki alat bukti yang sah menurut hukum untuk menetapkan Pemohon sebagai Tersangka, maka penetapan Pemohon sebagai Tersangka oleh Para Termohon dilakukan dalam hal dan menurut cara yang bertentangan dengan undang-undang (KUHAP).
55.    Bahwa tidak adanya alat bukti yang cukup dari Para Termohon pada saat menetapkan Pemohon sebagai Tersangka bertentangan dengan Pasal 1 angka 2 KUHAP.
56.    Bahwa untuk menetapkan seseorang sebagai Tersangka, Termohon haruslah melakukannya berdasarkan alat bukti yang sah sebagaimana ketentuan Pasal 184 KUHAP, apakah itu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, keterangan terdakwa ataukah petunjuk. ata-kata ‘bukti permulaan’ dalam Pasal 1 butir 14 KUHAP, tidak hanya sebatas alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 KUHAP, namun juga dapat meliputi barang bukti yang dalam konteks hukum pembuktian universal dikenal dengan istilah physical evidence atau real evidence. Selanjutnya untuk menakar bukti permulaan, tidaklah dapat terlepas dari pasal yang akan disangkakan kepada Tersangka. Pada hakikatnya pasal yang akan dijeratkan berisi rumusan delik yang dalam konteks hukum acara pidana berfungsi sebagai unjuk bukti. Artinya, pembuktian adanya tindak pidana tersebut haruslah berpatokan kepada elemen-elemen tindak pidana yang ada dalam suatu pasal. Bukti permulaan yang cukup dianggap telah ada apabila telah ditemukan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan diperoleh secara sah berdasarkan peraturan perundang-undangan (beyond reasonable doubt).
57.    Bahwa Penetapan Tersangka terhadap Pemohon yang dilakukan oleh Para Termohon adalah tidak sah dan tidak berkekuatan hukum karena Para Termohon cenderung bersikap subjektif dan tidak didahului dengan pengumpulan alat bukti dan saksi yang cukup. Dengan demikian Surat Perintah penyidikan yang telah dikeluarkan Termohon III untuk menyidik Pemohon dan menetapkan Pemohon sebagai Tersangka harus dinyatakan tidak sah dan tidak berkekuatan hukum mengikat.
58.    Bahwa Lembaga Praperadilan adalah bagian dari kontrol atas proses penegakan hukum aparat. Proses penegakan hukum harus berasal dari asas praduga tak bersalah, bukan praduga bersalah. Dalam perkara a quo, bukti yang dimiliki oleh Termohon adalah sangat lemah, namun Pemohon terlebih dahulu ditetapkan sebagai Tersangka, baru kemudian dicari alat buktinya. Padahal untuk bisa menetapkan seseorang Tersangka, seharusnya sudah ada dua alat bukti yang cukup.
59.    Bahwa pada saat dilakukan Gelar Perkara, Pemohon tidak mendapatkan undangan untuk mengikuti Gelar Perkara untuk menjelaskan permasalahan hukum yang sebenarnya, sehingga hal tersebut menimbulkan kejanggalan bagi Pemohon dan Pemohon tidak diberi kesempatan untuk memberikan penjelasan dihadapan peserta Gelar Perkara.
60.    Bahwa berdasarkan hal-hal yang diuraikan Pemohon diatas diperoleh fakta hukum, bahwa Para Termohon dalam melakukan tindakan Kepolisian berupa penetapan tersangka terhadap Pemohon dengan tuduhan Pasal 114 Ayat (1) dan/atau Pasal 112  Ayat (1) Juncto Pasal 132 UU Narkotika telah melanggar ketentuan KUHAP pada Pasal 1 butir 14, Pasal 17 dan Pasal 185 ayat (5).

D.    TINDAKAN PARA TERMOHON MELAKUKAN PERPANJANGAN PENAHANAN SELAMA 30 HARI SEJAK 10 FEBRUARI 2019 S/D 11 MARET 2019 TERHADAP PEMOHON ADALAH TIDAK SAH
61.    Bahwa sebagaimana diuraikan diatas jika berdasarkan fakta dan bukti yang ada, maka terhadap Pemohon tidak dapat dijerat dengan Pasal 114 Ayat (1) dan/atau Pasal 112  Ayat (1) Juncto Pasal 132 UU Narkotika karena Pemohon adalah penyalahguna narkotika.
62.    Bahwa kami tegaskan lagi jika Pemohon bukanlah pengedar dan justru Pemohon yang membeli dari Sdr. HENDRA LESMONO dan menjadi korban penyalahgunaan narkotika.
63.    Bahwa dari fakta-fakta maupun bukti-bukti yang ada, Pemohon adalah sebagai korban penyalahgunaan narkotika dan seharusnya terhadap Pemohon dikenakan Pasal 127 UU Narkotika.
64.    Bahwa Pasal 127 UU Narkotika memiliki ancaman pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun
65.    Bahwa ketentuan penahanan oleh Penyidik antara lain diatur dalam Pasal 20 dan Pasal 24 KUHAP:
Pasal 20
(1) Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 berwenang melakukan penahanan;

Pasal 24
(1)    Perintah penahanan yang diberikan oleh penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, hanya berlaku paling lama dua puluh hari;
(2) Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh penuntut umum yang berwenang untuk paling lama empat puluh hari;
(3)    Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya tersangka dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi;
(4)    Setelah waktu enam puluh hari tersebut, penyidik harus sudah mengeluarkan tersangka dari tahanan demi hukum.

66.    Bahwa Pemohon telah ditahan selama 20 hari sejak 12 Desember 2018 s/d 31 Desember 2018 berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor : SP.Han/102/XII/2018/Resnarkoba Tanggal 12 Desember 2018.  
67.    Bahwa penahanan terhadap Pemohon diperpanjang lagi selama 40 hari sejak 1 Januari 2019 s/d 9 Februari 2019 berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor : B-310/N 10.10/Euh.1/12/2018 Tanggal 17 Desember 2018
68.    Bahwa Para Termohon kemudian mengajukan perpanjangan penahanan kepada Ketua Pengadilan Negeri Tanjungpinang dengan surat Nomor SPPP/102.b/I/2019/Res Narkoba tanggal 28 Januari 2018, lalu terbit Penetapan Nomor : 47/Pen.Pid.Sus/2019/PN.Tpg yang dijadikan Para Termohon sebagai dasar untuk melakukan perpanjangan penahanan selama 30 hari sejak 10 Februari 2019 S/D 11 Maret 2019.
69.    Bahwa Pemohon berpendapat tuduhan Pasal 114 Ayat (1) dan/atau Pasal 112  Ayat (1) Juncto Pasal 132 UU Narkotika adalah tidak beralasan hukum karena tidak didukung fakta dan bukti yang cukup dan seharusnya terhadap Pemohon dikenakan Pasal 127 Ayat (1) UU Narkotika dengan ancaman penjara selama 4 (empat) tahun.
70.    Bahwa seharusnya permohonan perpanjangan penahanan selama 30 hari sejak sejak 10 Februari 2019 S/D 11 Maret 2019 yang diajukan oleh Para Termohon tidak memenuhi ketentuan Pasal 29 KUHAP, sehingga tidak sah.
71.    Bahwa Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana mengatur antara lain:
-     Pasal 33
(1) Penangkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b, dilakukan oleh penyidik atau penyidik pembantu terhadap orang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
-     Pasal 36
(1)    Tindakan penangkapan terhadap tersangka dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut:
a.     adanya bukti permulaan yang cukup; dan
b.    tersangka telah dipanggil 2 (dua) kali berturut-turut tidak hadir tanpa alasan yang patut dan wajar.
-     Pasal 41
(1)    Apabila seseorang yang ditangkap tidak cukup bukti melakukan tindak pidana, penyidik/penyidik pembantu wajib segera melepaskan orang tersebut.
-     Pasal 43
(1) Penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf c, dilakukan oleh penyidik terhadap orang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup.
-     Pasal 44
Tindakan penahanan terhadap tersangka dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut:
a.     tersangka dikhawatirkan akan melarikan diri;
b.     tersangka dikhawatirkan akan mengulangi perbuatannya;
c.     tersangka dikhawatirkan akan menghilangkan barang bukti; dan
d.     tersangka diperkirakan mempersulit Penyidikan.
-    Pasal 45
(1) Penahanan wajib dilengkapi surat perintah penahanan yang dikeluarkan oleh penyidik atau atasan penyidik selaku penyidik.
(2) Penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan setelah melalui mekanisme gelar perkara.
(3) Surat perintah penahanan yang ditandatangani oleh pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tembusannya wajib disampaikan kepada keluarga dan/atau penasihat hukum tersangka.
-    Pasal 67
(1)    Untuk kepentingan pembuktian tentang persesuaian keterangan antara Saksi dengan saksi, saksi dengan tersangka, tersangka dengan tersangka, dapat dilakukan pemeriksaan konfrontasi.
-    Pasal 68
(1)    Untuk kepentingan pembuktian, Penyidik/Penyidik Pembantu dapat melakukan rekonstruksi dan membuat dokumentasi.

72.    Bahwa penggunaan wewenang Para Termohon, yang menetapkan status Tersangka terhadap diri Pemohon dengan tuduhan Pasal 114 Ayat (1) dan/atau Pasal 112  Ayat (1) Juncto Pasal 132 UU Narkotika dan melakukan perpanjangan penahanan terhadap pemohon dilakukan untuk tujuan lain di luar kewajiban dan tujuan diberikannya wewenang Para Termohon tersebut. Hal itu merupakan suatu bentuk tindakan penyalahgunaan wewenang atau abuse of power.
73.    Bahwa berdasarkan alasan-alasan diatas telah cukup alasan bagi hakim praperadilan untuk menyatakan penetapan Pemohon sebagai Tersangka dan perpanjangan penahanan terhadap Pemohon adalah tidak sah menurut hukum.
74.    Bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana telah diuraikan pada bagian awal Permohonan ini,  sebagai dasar dari tegaknya negara hukum menyatakan:
-    Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 :
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
75.    Bahwa Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia pada Pasal 3 angka 2 dan 3 serta Pasal 18 ayat (1) menyatakan:
-     Pasal 3 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia:
2.     Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum.
3.     Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi.
-    Pasal 18 ayat (1)  Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia :
Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dan dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Berdasarkan alasan-alasan sebagaimana diuraikan diatas, maka Pemohon mohon kepada Bapak Ketua Pengadilan Negeri Tanjungpinang c.q. Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara Praperadilan untuk berkenan memutuskan sebagai berikut:
1.    Menerima dan mengabulkan Permohonan Praperadilan yang diajukan Pemohon untuk seluruhnya;
2.    Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor : Sp.Sidik/76/XII/2018/Resnarkoba, Tanggal 6 Desember 2018 yang menjadi dasar penetapan Pemohon sebagai Tersangka oleh Para Termohon terkait perkara dugaan Tindak Pidana Narkotika sebagaimana dimaksud Pasal 114 Ayat (1) dan/atau Pasal 112 Ayat (1) Juncto Pasal 132 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya penetapan a quo tidak mempunyai kekuatan mengikat;
3.    Menyatakan seluruh proses Penyidikan yang dilaksanakan oleh Para Termohon terkait peristiwa pidana sebagaimana dimaksud dalam Penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya Penyidikan a quo tidak mempunyai kekuatan mengikat

4.    Menyatakan tindakan Penahanan atas diri Pemohon adalah Tidak Sah Secara Hukum karena melanggar ketentuan perundang-undangan
5.    Memerintahkan kepada Para Termohon agar segera mengeluarkan/ membebaskan Pemohon dari tahanan sejak putusan diucapkan
6.    Memulihkan hak-hak Pemohon tersebut di atas baik dalam kedudukan, kemampuan harkat serta martabatnya;
7.    Membebankan biaya perkara kepada negara
ATAU
Apabila Bapak Ketua Pengadilan Negeri Tanjungpinang c.q. Hakim yang memeriksa perkara a quo berpendapat lain kami mohon putusan yang seadil-adilnya Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.


Tanjungpinang, 18 Februari 2019
Hormat kami,
Kuasa Hukum Pemohon,

 

HENRY REINALDY RUITAN, S.H.

 


SANIH MAFADI, S.H, M.H.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pihak Dipublikasikan Ya