Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI TANJUNG PINANG
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2017/PN Tpg Sukanti Kepala Kepolisian Resort Tanjungpinang Minutasi
Tanggal Pendaftaran Senin, 27 Mar. 2017
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2017/PN Tpg
Tanggal Surat Senin, 27 Mar. 2017
Nomor Surat 047/HNR-LAW/III/2017
Pemohon
NoNama
1Sukanti
Termohon
NoNama
1Kepala Kepolisian Resort Tanjungpinang
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan


Jakarta, 27 Maret 2017
Ref. No. 047/HNR-LAW/III/2017

Kepada Yth:
KETUA PENGADILAN NEGERI TANJUNGPINANG
Jl. Jend. Ahmad Yani No. 29, Tanjungpinang,
Kepulauan Riau

Perihal:    Permohonan Praperadilan Atas Penetapan Status Hukum sebagai Tersangka atas nama Sdr. SUKANTI

Dengan hormat,

Perkenankan kami,HUSENDRO, S.H., M.H., JOHNY NELSON SIMANJUNTAK, S.H., M.H., JOAN GRACIA PATRICIA, S.H., M.H., G.R.Ay. KOES SABANDIYAH, S.H., dan SUTARNO, S.H., para Advokat dari Kantor Hukum HUSENDRO & REKAN, yang berkedudukan di Indonesia Stock Exchange Tower 2, Lantai 17 Jl. Jend. Sudirman, Kav 52-53, Jakarta Selatan 12190, yang berdasarkan Surat Kuasa Khusus No. 011/PoA/HNR-LAW/III/2017 tertanggal 04 Maret 2017 (terlampir), baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, bertindak untuk dan atas nama PEMOHON, SUKANTI, 52 tahun, kelahiran Tanjung Pinang, tanggal 20 Februari 1965, Warga Negara Indonesia, beragama Islam, pekerjaan wiraswasta, bertempat tinggal di Perum Kijang Kencana II Blok A 35 RT 003 RW 001, Kelurahan Pinang Kencana, Kecamatan Tanjung Pinang Timur, Kota Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, Indonesia, selanjutnya disebut sebagaiPEMOHON.

Dengan ini PEMOHON mengajukan pemeriksaan Praperadilan atas pelanggaran-pelanggaran Hak-hak Asasi PEMOHON dan pelanggaran hukum acara pidana yang telah dikenakan atas diri PEMOHON, sehubungan dengan adanya Surat Panggilan Nomor: S.Pgl/172/II/2017/Reskrim Polres Tanjung Pinang kepada PEMOHONuntuk dilakukan pemeriksaan sebagai TERSANGKA dalam perkara dugaan tindak pidana “Penggelapan” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 372 KUHPidana, yang dilakukan oleh:

NEGARA REPUBLIK INDONESIA, cq.PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, cq.KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, cq. KEPALA KEPOLISIAN DAERAH KEPULAUAN RIAU, cq. KEPALA KEPOLISIAN RESORT TANJUNGPINANG, cq. Penyidik LP Nomor: LP-B/05/I/2017/KEPRI/SPK-RES TPI tanggal 08 Januari 2017, yang beralamat di Jalan Ahmad Yani No. 01, Tanjungpinang, Kepulauan Riau, selanjutnya disebut sebagai TERMOHON.

Adapun alasan-alasan yang menjadi dasar PERMOHONAN PRAPERADILAN ini adalah sebagai berikut:

I.    DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN
1.    Tindakan upaya paksa, seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan hak asasi manusia. Menurut Andi Hamzah (1986:10), Praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang memang pada kenyataannya penyusunan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) banyak disemangati dan berujukan pada perlindungan terhadap prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia dan Hukum Internasional yang telah menjadi International Customary Law. Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan upaya paksa tersebut. Hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan hak asasi manusia tersangka/terdakwa dilindungi dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan. Di samping itu, Praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap hak-hak tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka;

2.    Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan:

Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:
a.    Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
b.    Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
c.    Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.”

3.    Bahwa selain itu, yang menjadi objek Praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP diantaranya adalah:
Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:

a.    sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
b.    ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.  

4.    Dalam perkembangannya, pengaturan Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 jo. Pasal 77 KUHAP, sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta-faktaperlakuan aparatur penegak hukum yang nyata-nyata merupakan pelanggaran hak asasi seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara. Untuk itu dalam perkembangannya, melalui dapat diakomodirnya mengenai sah tidaknya penetapan tersangka dan sah tidaknya penyitaan telah diakui merupakan wilayah kewenangan praperadilan, sehingga dapat meminimalisasi terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum. Dalam kaitan perubahan dan perkembangan hukum dalam masyarakat yang demikian, bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik sistem hukum di negara mana pun apalagi di dalam sistem hukum common law, yang telah merupakan bagian dari sistem hukum di Indonesia. Peristiwa hukum inilah yang menurut (alm) Satjipto Rahardjo disebut”terobosan hukum” (legal-breakthrough) atau hukum yang prorakyat (hukum progresif) dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia. Dengan demikian hukum bukan hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya melainkan juga memiliki aspek nilai (values) keadilan yang merupakan bagian dinamisasi aspirasi masyarakat yang berkembang dan terkini;

5.    Bahwa untuk alasan perlindungan hak asasi manusia tersebut, terdapat beberapa putusan pengadilan yang memperkuat dan melindungi hak-hak tersangka, sehingga lembaga Praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka, antara lain seperti yang terdapat dalam perkara berikut:
a.    Putusan Pengadilan Negeri Bengkayang No. 01/Pid.Prap/2011/PN.BKY tanggal 18 Mei 2011;
b.    Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 88 PK/PID/2011 tanggal 17 Januari 2012;
c.    Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 38/Pid.Prap/2012/Pn.Jkt.Sel tanggal 27 November 2012;
d.    Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel tanggal 15 Februari 2015;
e.    Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 36/Pid.Prap/2015/Pn.Jkt.Sel tanggal 26 Mei 2015.

6.    Bahwa melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia No. 21/PUUXII/2014 tanggal 28 April 2015 juga telah memperkuat diakuinya lembaga Praperadilan untuk memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka, seperti yang dinyatakan pada kutipan putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014, sebagai berikut:
Mengadili,
Menyatakan:
1.    Mengabulkan Permohonan untuk sebagian:
1.1.    [dst];
1.2.    [dst];
1.3.    Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
1.4.    Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka,Penggeledahan dan Penyitaan;

7.    Dengan demikian jelas bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang Praperadilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia bersifat final dan mengikat, maka sudah tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua institusi negara hukum dan penegakan hukum harus melaksanakan Putusan a quoyang telah berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan.

II.    ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN

A.    FAKTA-FAKTA HUKUM
1.    Kejanggalan dalam Proses Penetapan Tersangka terhadap diri PEMOHON

a.    Bahwa PEMOHON pada tanggal 29 Juni 2015 telah melakukan transaksi membeli sebuah Kapal Motor yang bernama KRISI BALI-1 dari seorang penjual yang bernama LAY HUAT sebagaimana yang tercantum dalam Akta Jual Beli Nomor 139 Tanggal 30 Juni 2015 yang dibuat dan ditandatangi dihadapan SUTIKNO, S.H., seorang NOTARIS di Kabupaten Bintan (Bukti-P1) dan juga bukti Kuitansi Penerimaan Uang tertanggal 29 Juni 2015 dari LAY HUAT kepada PEMOHON sebagai pelunasan jual beli Kapal Motor KRISI BALI-1 tersebut (Bukti-P2);

b.    Bahwa menurut Grosse Akta Kapal Motor KRISI BALI-1 tersebut dibuat dari bahan kayu di Sei Nam Kijang, Kecamatan Bintan Timur, Kabupaten Bintan pada tahun 2004, dengan satu geladak, dilengkapi dengan mesin induk merek Mitsubishi 6D.15 Nomor 180371 daya 160 PK, yang telah dipergunakan dalam pelayaran di laut dan telah didaftarkan dalam Daftar Kapal Indonesia di Tanjungpinang, dengan Akta Pendaftaran Nomor 4658 tanggal 18 September 2004 sebagai Kapal Nelayan atas nama LAY HUAT, berkedudukan di Desa Kijang, Kecamatan Bintan Timur, Kabupaten Bintan (Bukti-P3);

c.    Bahwa oleh karena Kapal Motor KRISI BALI-1 tersebut sudah beralih kepemilikan menjadi milik PEMOHON, kemudian dibuatkan Akta Balik Nama Kapal Nomor 7566 tanggal 25 September 2015 oleh Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas II Tanjungpinang, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan, yang semula terdaftar atas nama LAY HUAT kemudian berubah menjadi atas nama PEMOHON (Bukti-P4);
d.    Setelah pengurusan balik nama kapal tersebut, PEMOHON kemudian melakukan pengurusan usaha semua perijinan di bidang Penangkapan Ikan, yakni:
d.1.    Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) Nomor: 103/SIUP-KAN/TPI/2015 tertanggal 22 Oktober 2015 atas nama PEMOHON (SUKANTI) yang diterbitkan Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Kepulauan Riau (Bukti-P5);
d.2.    Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) Nomor: 374/SIPI-KAN/TPI/2015 tertanggal 22 Oktober 2015 atas nama PEMOHON (SUKANTI) yang diterbitkan Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Kepulauan Riau (Bukti-P6);
d.3.    Pas Besar KRISI BALI-1 tertanggal 02 Oktober 2015 atas nama PEMOHON (SUKANTI) yang diterbitkan Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kijang, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan (Bukti-P7);
d.4.    Tanda Pelunasan Pungutan Pengusahaan Perikanan (PPP) Nomor: 094/PPP-TPI/X/2015 tertanggal 22 Oktober 2015 atas nama PEMOHON (SUKANTI) yang diterbitkan Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Kepulauan Riau (Bukti-P8);
d.5.    Tanda Pelunasan Pungutan Pemasaran Hasil Perikanan (PPHP) Nomor: 396/PPHP-TPI/X/2015 tertanggal 22 Oktober 2015 atas nama PEMOHON (SUKANTI) yang diterbitkan Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Kepulauan Riau (Bukti-P9);

e.    Bahwa dengan lengkapnya izin yang telah diperoleh PEMOHON di bidang perikanan, maka kemudian operasional kegiatan usaha penangkapan ikan mulai dijalankan sejak sekitar bulan Oktober 2015;

f.    Bahwa kemudian, sekitar akhir bulan Desember 2015, tiba-tiba mertua PEMOHON yang bernama SUPARNO menghubungi PEMOHON memohon agar Kapal Motor KRISI BALI-1 tersebut dapat Ia pinjam dan dioperasikan dengan bujukan kalimat agar PEMOHON lebih baik fokus saja kepada kerjaannya di PT Mahkota Intan Jaya yang berlokasi di daerah Berakit;

g.    Bahwa dengan mempertimbangkan kepercayaan agama (Islam) dimana Mertua juga dikategorikan sebagai orang tua sendiri, maka demi bhaktinya sebagai Menantu, PEMOHON memberikan pinjaman Kapal Motor KRISI BALI-1 tersebut kepada Mertuanya yang bernama SUPARNO;

h.    Bahwa selanjutnya pada tanggal 16 Desember 2016, PEMOHON ditelephon oleh Bapak UMAR BONE dari Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kijang, yang mengingatkan SIPI telah tidak berlaku sejak 22 Oktober 2016 dan meminta untuk diperbarui kembali SIPI Kapal Motor KRISI BALI-1 tersebut;

i.    Kebetulan pada tanggal 16 Desember 2016, Rekan kerja dari PEMOHON yang bernama Mr. CEW (Warga Negara Singapore) meminta tolong untuk mengambilkan surat pengoperan hak tanah yang berlokasi di Berakit milik Mr. CEW di kantor Notaris ELIZABETH IDA AYU SUSELO ANGESTI, S.H.Setelah berada di kantor Notaris tersebut, PEMOHON ditemui Suami dari Notaris ELIZABETH IDA AYU SUSELO ANGESTI, S.H., yang bernama Bapak RIZAL, yang kemudian menanyakan kepada PEMOHON apakah pernah membuat Akta Kesepakatan Pinjam Nama Nomor: 11 tanggal 11 Januari 2016 yang dibuat oleh Notaris ELIZABETH IDA AYU SUSELO ANGESTI, S.H. (Bukti-P10), dan tentu saja dijawab TIDAK PERNAH oleh PEMOHON (Bukti-P11). Selanjutnya, Salinan Akta tersebut di-copy oleh PEMOHON, yang setelah dipelajari ternyata isinya sangat merugikan PEMOHON, sehingga PEMOHON kembali lagi untuk melihat dan berencana meminjam Minuta Akta tersebut tapi hanya dikasih lihat oleh Staff Notaris ELIZABETH IDA AYU SUSELO ANGESTI, S.H., yang bernama DINI, sehingga akhirnya hanya di-photo pada bagian tandatangan PEMOHON yang dipalsukan saja (Bukti-P12);

j.    Kemudian, rekan PEMOHON yang bernama DICKY RIAWAN, S.H., atas permintaan PEMOHON mendatangi Kantor Notaris ELIZABETH IDA AYU SUSELO ANGESTI, S.H., dan bertemu langsung dengan Notaris ELIZABETH IDA AYU SUSELO ANGESTI, S.H., serta diperlihatkan Minuta Asli Akta Kesepakatan Pinjam Nama Nomor: 11 tanggal 11 Januari 2016. Rekan DICKY RIAWAN dengan penglihatannya sendiri menyaksikan bahwa Akta tersebut belum ditandatangani oleh pihak SUPARNO dan MARTINI (Istri SUKANTI). Ini artinya, tanggal 11 Januari 2016 Akta tersebut dibuat hingga tanggal 16 Desember 2016 (Hampir setahun belum ditandatangani SUPARNO dan MARTINI;

k.    Bahwa kemudian pada tanggal 28 Desember 2016, justru pihak SUPARNO yang mengirimkan surat somasi kepada PEMOHON dengan perihal Pengembalian Akta/Dokumen Kapal KRISI BALI-1 (Bukti-P13);

l.    Bahwa kemudian PEMOHON membuat aduan di Polsek Bintan Timur pada tanggal 29 Desember 2016 atas dugaan tindak pidana penggelapan Kapal Motor KRISI BALI-1 yang dilakukan oleh SUPARNO, yang hingga saat ini belum mendapatkan kejelasan atas pelaporan tersebut;

m.    Bahwa selanjutnya pada 2 Januari 2017, pihak SUPARNO kembali mengirimkan surat somasi perihal Pengembalian Akta/Dokumen Kapal KRISI BALI-1 (Bukti-P14);

n.    Bahwa kemudian ternyata pihak SUPARNO membuat Laporan Polisi Nomor: LP-B/05/I/2017/Reskrim tanggal 08 Januari 2017 di Polres Tanjungpinang;

o.    Bahwa kemudian pihak Polres Tanjungpinang mengirimkan Surat Undangan Nomor: B/64/I/2017/Reskrim TANPA TANGGAL perihal Klarifikasi kepada PEMOHON untuk dimintai keterangan pada Jumat, 27 Januari 2017 (Bukti-P15);

p.    Bahwa dalam Permintaan Keterangan tanggal 27 Januari 2017 tersebut, PEMOHONtelah memaparkan semua dokumen dan akta kepemilikan Kapal Motor KRISI BALI-1 yang dimiliki PEMOHON;

q.    Bahwa kemudian pada tanggal 24 Februari 2017, PEMOHON mendatangi Polres Tanjungpinang untuk membuat Laporan Polisi atas dugaan penggunaan surat palsu dan memalsukan tandatangan sebagaimana yang tertera pada Akta Kesepakatan Pinjam Nama Nomor: 11 oleh Notaris ELIZABETH IDA AYU SUSELO ANGESTI, S.H., dan SUPARNO, namun tidak diterima pihak Polres Tanjungpinang, padahal Akta Asli Kepemilikan Kapal Motor KRISI BALI-1 ada pada PEMOHONselaku pemilik;

r.    Bahwa kemudian pada tanggal 27 Februari 2017, PEMOHON juga mendatangi Polda Riau untuk membuat Laporan Polisi atas dugaan penggunaan surat palsu dan memalsukan tandatangan sebagaimana yang tertera pada Akta Kesepakatan Pinjam Nama Nomor: 11 oleh Notaris ELIZABETH IDA AYU SUSELO ANGESTI, S.H., dan SUPARNO, namun tidak diterima pihak Polda Kepulauan Riau juga, padahal Akta Asli Kepemilikan Kapal Motor KRISI BALI-1 ada pada PEMOHON selaku pemilik;

s.    Bahwa kemudian pada hari yang sama, tanggal 27 Februari 2017, PEMOHON menerima Surat Panggilan Nomor: S.pgl/172/II/2017/Reskrim untuk diperiksa sebagai TERSANGKA pada tanggal 1 Maret 2017 (Bukti-P16). Artinya, dalam waktu sebulan sejak permintaan keterangan, PEMOHON telah dijadikan Tersangka padahal belum ada sama sekali pembuktian di Laboratorium Forensik Polri atas tanda tangan PEMOHON pada Akta Kesepakatan Pinjam Nama Nomor: 11 tanggal 11 Januari 2016. Tentu saja Penetapan Status Tersangka terhadap PEMOHON ini melanggar prinsip-prinsip penyidikan yang ilmiah yang digunakan pihak Polri maupun kepolisian dunia manapun (scientific crime investigation). Begitupun belum juga dilakukan pemeriksaan terhadap MARTINI (istri PEMOHON) yang namanya juga ada dan tertera di Akta tersebut;

t.    Bahwa kemudian, pada tanggal 28 Februari 2017, PEMOHONmelaporkan permasalahan ”keanehan penetapan Status Tersangka PEMOHON” ini ke Divisi Profesi dan Pengamanan Polri dan diterima melalui Surat Penerimaan Surat Pengaduan PROPAM Nomor: SPSP2/766/II/2017/BAGYANDU tertanggal 28 Februari 2017 (Bukti-P17);

u.    Bahwa kemudian, pada tanggal 02 Maret 2017, PEMOHONjuga membuat aduan Mohon Perlindungan Hukum di Buri WASSIDIK BARESKRIM POLRI (Bukti-P18);
    
v.    Bahwa kemudian, pada tanggal 03 Maret 2017, PEMOHON membuat Laporan Polisi di BARESKRIM POLRI dengan LP Nomor: LP/237/III/2017/ Bareskim tertanggal 03 Maret 2017 atas diri SUPARNO yang diduga melakukan tindak pidana menempatkan keterangan palsu dalam data otentik sebagaimana dalam Pasal 266 KUHPidana (Bukti-P19);

w.    Bahwa kemudian, pada tanggal 03 Maret 2017, PEMOHON kembali mendapatkan Surat Panggilan II Nomor: S.Pgl/186/III/2017/Reskrim untuk diperiksa sebagai TERSANGKA pada tanggal 06 Maret 2017 (Surat Panggilan II ini TANPA CAP BASAH) (Bukti-P20);

x.    Bahwa kemudian, pada tanggal 07 Maret 2017, PEMOHON kembali mendapatkan Surat Panggilan II Nomor: S.Pgl/193/III/2017/Reskrim untuk diperiksa sebagai TERSANGKA pada tanggal 9 Maret 2017 (Bukti-P21);

y.    Bahwa dari Pemeriksaan tanggal 9 Maret 20017 (Berita Acara Pemeriksaan) PEMOHON baru mengetahui dasar dari tuduhan adanya Penggelapan adalah adanya keterangan dari Sdr. FREDRICK RIO TAMBUWUN Alias Rio yang menyatakan telah memberikan uang Rp 100.000.000,- (Seratus juta Rupiah) kepada PEMOHON untuk membeli kapal pada bulan Juni 2015, yang ANEHNYA pihak Penyidik perkara a quo menelan mentah-mentah begitu saja keterangan tersebut tanpa disertai adanya bukti kuintansi penerimaan uang dan atau bukti terjadinya transfer uang dari Sdr. FREDRICK RIO TAMBUWUN Alias Rio kepada PEMOHON. (Bukti-P22);

z.    Bahwa untuk diketahui Sdr. FREDRICK RIO TAMBUWUN Alias Rioadalah supir pribadi Pelapor SUPARNO yang telah lama bekerja untuk dan atas nama kepentingan pribadi SUPARNO. Atas keterangan palsu yang diberikan Sdr. FREDRICK RIO TAMBUWUN Alias Rioini, pihak PEMOHON telah memberikan Surat Peringatan/SOMASI Nomor: 047/HNR-LAW/III/2017 tanggal 9 Maret 2017 perihalSomasi/Teguran atas Dugaan Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik SUKANTI oleh FREDRICK RIO TAMBUWUN Als. RIO.

2.    Penetapan Tersangka Tidak Memenuhi Persyaratan Hukum dan Melanggar Konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

a.    Bahwa Penetapan PEMOHON sebagai Tersangka HANYA berdasarkan keterangan sepihak FREDRICK RIO TAMBUWUN Als. RIO., yang kemudian dengan berbekal keterangan ini kemudian dibuat AKTA PALSU, yakni Akta Pinjam Pakai Nama Nomor: 11 tanggal 11 Januari 2016;

b.    Bahwa terkait AKTA PALSU ini memiliki keanehan dan bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum pidana maupun perdata. Berikut adalah keanehan dan pertentangan hukum tersebut:

b.1.    Pertama, mengenai Dokumen Akta Pinjam Pakai Nama Nomor: 11 tanggal 11 Januari 2016. Dalam sistem hukum keperdataan dan praktek Notarial, bentuk Akta atau Perjanjian Pinjam Nama Pakai merupakan suatu pelanggaran hukum karena tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 jo. Pasal 1337 KUHPerdata dan bertentangan dengan berbagai yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia;

b.2.    Kedua, Wujud tandatangan PEMOHON pada Akta tersebut jelas dipalsukan dan seharusnya tandatangan tersebut HARUS uji laboratorium forensik terlebih dahulu, sebelum pihak penyidik perkara a quo menetapkan PEMOHON sebagai Tersangka;

b.3.    Ketiga, bahwa Akta Kesepakatan Pinjam Nama Nomor 11 tersebut dibuat tanggal 11 Januari 2016, padahal sebelumnya terdapat Akta Jual Beli Nomor 139 yang dibuat tanggal 30 Juni 2015 oleh Notaris SUTIKNO, S.H., artinya Akta Kesepatan Pinjam Nama ini muncul tiba-tiba dengan mengabaikan Akta Jual Beli Nomor 139 yang sudah lebih dahulu dibuat.

c.    Penetapan PEMOHON hanya berdasarkan Keterangan FREDRICK RIO TAMBUWUN Als. RIO, yang kemudian dibuatkan Akta Kesepakatan Pinjam Nomor 11 yang dipalsukan/palsu tersebut merupakan suatu tindakan yang melanggar hak asasi manusia dan bertentangan dengan KUHAP serta Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia bernomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” diartikan sebagai minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;

d.    Bahwa perlu diketahui saat ini Kapal Motor KRISI BALI-1 masih berada ditangan Sdr. SUPARNO dan PEMOHON telah melakukan langkah memberikan peringatan melalui Surat Somasi Nomor: 044/HNR-LAW/III/2017044/HNR-LAW/III/2017 tanggal 09 Maret 2017 perihal Somasi/Teguran Pengembalian Kapal Motor KRISI BALI-1 Milik Sdr. SUKANTI, dimana surat ini telah diterima Sdr. SUPARNO pada tanggal 18 Maret 2017 pukul 12.48 dan hingga saat PERMOHONAN PRAPERADILAN ini dibuat, kapal motor tersebut belum dikembalikan kepada PEMOHON.


3.    Penetapan Tersangka Merupakan Tindakan yang Sewenang-wenang dan Bertentangan dengan Asas Kepastian Hukum.

a.    Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) sehingga asas hukumpresumption of innosenceatau asas praduga tak bersalah menjadi penjelasan atas pengakuan manusia tersebut. Negara-pun telah menuangkan prinsip tersebut kedalam Konstitusinya (UUD 1945 pasal 1 ayat 3) yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum, artinya semua Warga Negara Indonesia harus tunduk terhadap hukum dan HAM serta mesti terejawantahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk dalam proses penegakan hukum, jika ada hal yang kemudian menyampingkan hukum dan Hak Asasi Manusia tersebut. Maka negara wajib turun tangan melalui perangkat-perangkat hukumnya untuk menyelesaikan;

b.    Bahwa sudah umum bilamana kepastian menjadi bagian dari suatu hukum, hal ini lebih diutamakan untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan jati diri serta maknanya, karena tidak lagi dapat digunakan sebagaipedoman perilaku setiap orang. Kepastian sendiri hakikatnya merupakan tujuan utama dari hukum. Apabila dilihat secara historis banyak perbincangan yang telah dilakukan mengenai hukum semejak Montesquieu memgeluarkan gagasan mengenai pemisahan kekuasaan. Keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam hukum, karena keteraturan merupakan inti dari kepastian itu sendiri. Dari keteraturan akan menyebabkan seseorang hidup secara berkepastian dalam melakukan kegiatan yang diperlukan dalam kehidupan masyarakat. Menurut Sudikno Mertukusumo kepastian hukum merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik. Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati;

c.    Oemar Seno Adji menentukan prinsip ‘legality‘ merupakan karakteristik yang essentieel, baik ia dikemukakan oleh ‘Rule of Law’ – konsep, maupun oleh faham ‘Rechtstaat’ dahulu, maupun oleh konsep ‘Socialist Legality’. Demikian misalnya larangan berlakunya hukum Pidana secara retroaktif atau retrospective, larangan analogi, berlakunya azas ‘nullum delictum’ dalam Hukum Pidana, kesemuanya itu merupakan suatu refleksi dari prinsip ‘legality’;

d.    Bahwa dalam hukum administrasi negara Badan/Pejabat Tata Usaha Negara dilarang melakukan Penyalahgunaan Wewenang. Yang di maksud dengan Penyalahgunaan wewenang meliputi melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang dan bertindaksewenang-wenang. Melampaui wewenang adalah melakukan tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan berdasarkan peraturan perundang-undangan tertentu. Mencampuradukkan kewenangan dimana asas tersebut memberikan petunjuk bahwa “pejabat pemerintah atau alat administrasi negara tidak boleh bertindak atas sesuatu yang bukan merupakan wewenangnya atau menjadi wewenang pejabat atau badan lain”. Menurut Sjachran Basah “abus de droit” (tindakan sewenang-wenang), yaitu perbuatan pejabat yang tidak sesuai dengan tujuan di luar lingkungan ketentuan perundang-undangan. Pendapat ini mengandung pengertian bahwa untuk menilai ada tidaknya penyalahgunaan wewenang dengan melakukan pengujian dengan bagaiamana tujuan dari wewenang tersebut diberikan (asas spesialitas);

e.    Bertindak sewenang-wenang juga dapat diartikan menggunakan wewenang (hak dan kekuasaan untuk bertindak) melebihi apa yang sepatutnya dilakukan sehingga tindakan dimaksud bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. Penyalahgunaan wewenang juga telah diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Selain itu dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan disebutkan tentang syarat sahnya sebuah Keputusan, yakni meliputi:

-    ditetapkan oleh pejabat yangberwenang,

-    dibuat sesuai prosedur; dan

-    substansi yang sesuai dengan objekKeputusan.

Bahwa sebagaimana telah PEMOHON uraikan diatas, bahwa Penetapan tersangka PEMOHONdilakukan dengan tidak terpenuhinya prosedur menurut ketentuan peraturan-perundang undangan yang berlaku;

f.    Sehingga apabila sesuai dengan ulasan PEMOHON dalam Permohonan a quo sebagaimana diulas panjang lebar dalam alasan Permohonan Praperadilan ini, dilakukan tidak menurut ketentuan hukum yang berlaku, maka seyogyanya menurut Pasal 56 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan adalah sebagai berikut:“Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf a merupakan Keputusan yang tidak sah” Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf b dan c merupakan Keputusan yang batal atau dapat dibatalkan;

g.    Berdasarkan ulasan mengenai sah dan tidaknya sebuah Keputusan apabila dihubungkan dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh TERMOHONkepada PEMOHON dengan menetapkan PEMOHONsebagai tersangka yang dilakukan dan ditetapkan oleh prosedur yang tidak benar, maka mohon kiranya Yang Mulia Ketua Pengadilan Negeri Tanjungpinang dan atau Hakim Pengadilan Negeri Tanjungpinang yang memeriksa dan mengadili perkara a quo dapat menjatuhkan putusan bahwa segala yang berhubungan dengan penetapan tersangka terhadap PEMOHON dapat dinyatakan merupakan Keputusan yang tidak sah dan dapat dibatalkan menurut hukum.

B.    KUALITAS DIRI PELAPOR ATAS NAMA SDR. SUPARNO

1.    Bahwa PELAPOR, yakni Sdr. SUPARNO merupakan ayah kandung dari Sdri. MARTINI yang merupakan istri sah dari PEMOHON;

2.    Bahwa antara Sdr. SUPARNO dengan TAN BUI HANG Alias ANGRRAINI WIJAYA, yang juga merupakan ibu kandung dari Sdri. MARTINI, telah diputus perkawinannya melalui Putusan Pengadilan Negeri Tanjungpinang Nomor: 46/Pdt.G/2016/PN.TPG tertanggal 25 Oktober 2016;

3.    Bahwa sebelumnyaSdr. SUPARNO telah dilaporkan TAN BUI HANG Alias ANGRRAINI WIJAYA ke Kepolisian Sektor Tanjungpinang Timur, Kepolisian Resort Tanjungpinang, Kepolisian Daerah Kepulauan Riau, berdasarkan LP Nomor: LP-B/46/IV/2016/KEPRI/RES TPI/SEL TPI TIMUR tanggal 20 April 2016, yang kemudian Sdr. SUPARNO telah ditetapkan sebagai Tersangka “Menyuruh memasukan keterangan palsu kedalam suatu Akta Otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh Akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran” sebagaimana yang dimaksud dalam rumusan Pasal 266 ayat (1) KUHPidana, berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik/06/I/2017/Reskrim tanggal 06 Januari 2017;

4.    Bahwa Sdr. SUPARNO juga telah dilaporkan TAN BUI HANG Alias ANGRRAINI WIJAYA ke Polres Tanjungpinang dengan Laporan Polisi Nomor: LP-B/209/VIII/2016/KEPRI/SPK-Res Tpi tanggal 08 Agustus 2016 tentang adanya dugaan tindak pidana “Barang siapa yang kawin, sedang diketahuinya bahwa perkawinannya yang sudah ada menjadi halangan yang sah baginya akan kawin lagi” sebagaimana dimaksud dalam rumusan Pasal 279 KUHPidana, yang hingga saat Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan Nomor: B/11/I/2017/Reskrim tertanggal 18 Januari 2017 kepada TAN BUI HANG Alias ANGRRAINI WIJAYA, belum juga ditingkatkan statusnya menjadi TERSANGKA.


III.    PETITUM

Berdasar pada argumentasi hukum dan fakta-fakta yuridis diatas, PEMOHON memohon kepada Yang Mulia Ketua Pengadilan Negeri Tanjungpinang dan atau Hakim Pengadilan Negeri Tanjungpinang yang memeriksa dan mengadili perkara a quo berkenan memutus perkara ini sebagai berikut:
1.    Menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan praperadilanPEMOHON untuk seluruhnya;
2.    Menyatakan tindakan TERMOHONmenetapkan PEMOHONsebagai tersangka dengan dugaan Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP-B/05/I/2017/Reskrim tanggal 08 Januari 2017 adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penetapan tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
3.    Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh TERMOHON yang berkenaan dengan penetapan tersangka atas diri PEMOHON oleh TERMOHON;
4.    Memerintahkan kepada TERMOHONuntuk menghentikan penyidikan terhadap perintah penyidikan kepada PEMOHON; Memulihkan hak PEMOHON dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;
5.    Menghukum TERMOHON untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku.

PEMOHON sepenuhnya memohon kebijaksanaan Yang Mulia Ketua Pengadilan Negeri Tanjungpinang dan atau Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjungpinang yang memeriksa, mengadili dan memberikan putusan terhadap Perkara aquodengan tetap berpegang pada prinsip keadilan, kebenaran dan rasa kemanusiaan.

Apabila Yang Mulia Ketua Pengadilan Negeri Tanjungpinang dan atau Hakim Pengadilan Negeri Tanjungpinang yang memeriksa Permohonan aquo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).


Hormat kami,
Untuk dan Atas Nama PEMOHON (SUKANTI)

 

 


(HUSENDRO, S.H., M.H.)    (JOHNY NELSON SIMANJUNTAK, S.H., M.H.)

 

 

 


(JOAN GRACIA PATRICIA, S.H., M.H.) (G.R.Ay. KOES SABANDIYAH, S.H.)

 

 

 

(SUTARNO, S.H.)

 

 

Pihak Dipublikasikan Ya