Kembali |
Nomor Perkara | Pemohon | Termohon | Status Perkara |
2/Pid.Pra/2018/PN Tpg | WIHARTO | Kepolisian Resort Kota Tanjungpinang | Minutasi |
Tanggal Pendaftaran | Rabu, 09 Mei 2018 | ||||
Klasifikasi Perkara | Sah atau tidaknya penetapan tersangka | ||||
Nomor Perkara | 2/Pid.Pra/2018/PN Tpg | ||||
Tanggal Surat | Rabu, 09 Mei 2018 | ||||
Nomor Surat | 216/Sk/V/2018 | ||||
Pemohon |
|
||||
Termohon |
|
||||
Kuasa Hukum Termohon | |||||
Petitum Permohonan |
Lampiran : SURAT KUASA KHUSUS Kepada Yang Terhormat: Dengan Hormat, Dalam hal ini baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri bertindak untuk dan atas nama serta kepentingan hukum dari : WIHARTO, Tempat/Tanggal lahir: Bintan Utara/02 Mei 1978, Agama: Budha, Kewarganegaraan: Indonesia, Alamat: Komplek Happy Valley Garden Blok I/04 RT.001 RW.005 Kelurahan Sungai Jodoh Kecamatan Batu Ampar, Kota Batam dan Komplek Taman Villa Pinang Jalan Gatot Subroto No.6A Kelurahan Kampung Bulang Kecamatan Tanjungpinang Timur Kota Tanjungpinang; selanjutnya disebut sebagai “PEMOHON” ------------------------------------------------------------------ Dengan ini mengajukan Permohonan “PRAPERADILAN” atas “PENETAPAN TERSANGKA” dan “UPAYA PAKSA PENANGKAPAN ATAU PENAHANAN” TERHADAP PEMOHON cq WIHARTO SELAKU KOMISARIS PT.LOBINDO NUSA PERSADA TANJUNGPINANG yang dilakukan oleh “Kepolisian Negara Republik Indonesia cq Kepolisian Daerah Provinsi Kepulauan Riau cq Kepolisian Resort Kota Tanjungpinang” beralamat di Jalan Ahmad Yani Tanjungpinang Provinsi Kepualuan Riau; selanjutnya disebut sebagai “TERMOHON” ------------------------------------------------------------------------------------ I. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN c. Bahwa selain itu yang menjadi objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP diantaranya adalah: “Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang: d. Dalam perkembangannya pengaturan Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 Jo. Pasal 77 KUHAP, sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta perlakuan aparatur penegak hukum yang nyata-nyata merupakan pelanggaran hak asasi seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara. Untuk itu perkembangan yang demikian melalui dapat diakomodirnya mengenai sah tidaknya penetapan tersangka dan sah tidaknya penyitaan telah diakui merupakan wilayah kewenangan praperadilan, sehingga dapat meminimalisasi terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum. Dalam kaitan perubahan dan perkembangan hukum dalam masyarakat yang demikian, bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik sistem hukum di negara mana pun apalagi di dalam sistem hukum common law, yang telah merupakan bagian dari sistem hukum di Indonesia. Peristiwa hukum inilah yang menurut (alm) Satjipto Rahardjo disebut ”terobosan hukum” (legal-breakthrough) atau hukum yang prorakyat (hukum progresif) dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia. Dengan demikian hukum bukan hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya melainkan juga memiliki aspek nilai (values) yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakat yang berkembang dan terkini. --------------- e. Bahwa selain itu telah terdapat beberapa putusan pengadilan yang memperkuat dan melindungi hak-hak tersangka, sehingga lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka seperti yang terdapat dalam perkara berikut: f. Bahwa melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 memperkuat diakuinya lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan dan mengadili keabsahan penetapan tersangka, seperti pada kutipan putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 sebagai berikut: g. Dengan demikian jelas bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang Praperadilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka sudah tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua harus melaksanakan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan.--------------------------------------------- II. TENTANG OBJEK PERMOHONAN PRAPERADILAN Bahwa berdasarkan “Penyidikan” yang telah dilakukan oleh Termohon terhadap Pemohon berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik/17/III/2018/Reskrim Tanggal 10 Maret 2018 dan Surat Pemberitahuan dimulainya Penyidikan Nomor: SPDP/19/III/2018/Reskrim Tanggal 12 Maret 2018, Pemohon telah “Ditetapkan Sebagai Tersangka” berdasarkan Surat Penetapan Nomor: B/532/IV/2018/Reskrim Tanggal 20 April 2018 dan selanjutnya pada tanggal yang sama (Tanggal 19 April 2018) Termohon telah melakukan “Upaya Paksa Penangkapan” terhadap Pemohon berdasarkan Surat Perintah Penangkapan Nomor: P.Kap/34/IV/2018/Reskrim dan kemudian pada Tanggal 20 April 2018 Termohon juga telah melakukan “Upaya Paksa Penahanan” terhadap Pemohon berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: SP.Han/32/IV/2018/Reskrim.----------------------------------------------------------------- Bahwa penyidikan terhadap Pemohon sebagai Tersangka dalam perkara aquo adalah terkait dengan kasus Tersangka Weidra alias Awe selaku Direktur PT. Alam Indah Purnama Panjang (PT. AIPP) dan Tersangka Hendrisin.ST selaku Direktur PT. Lobindo Nusa Persada Tanjungpinang yang ke dua berkas perkara tersebut telah dinyatakan P.21 dan dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Tanjungpinang oleh Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Tanjungpinang, yaitu atas sangkaan atau dakwaan telah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 161 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang berbunyi: “Setiap orang atau pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan pemurnian, pengangkutan, penjualan mineral dan batu bara yang bukan dari pemegang IUP, IUPK. Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1e KUHPidana jo 56 Ke-1 KUHPidana”.--------------------------------------------------- Bahwa dalam pemeriksaan penyidikan Termohon terhadap ke dua orang Tersangka tersebut Pemohon telah diminta keterangan sebagai saksi oleh Penyidik dan selanjutnya Pemohon ditetapkan sebagai Tersangka berdasarkan Surat Penetapan Termohon Nomor: B/532/IV/2018/Reskrim Tanggal 20 April 2018 dan berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Tersangka terhadap Pemohon yang dilakukan oleh Penyidik pada tanggal 19 April 2018 perbuatan tindak pidana terhadap Pemohon adalah terkait dengan perbuatan Pemohon selaku Komisaris PT. Lobindo Nusa Persada yang telah menandatangani satu (1) lembar Cek Bilyet Giro Mandiri pada Tanggal 30 Oktober 2017 dengan nilai Rp. 497.334.600,- (Empat ratus sembilan puluh tujuh juta tiga ratus tiga puluh empat ribu enam ratus). Pemohon menandatangani Cek Bilyet Giro tersebut adalah atas permintaan dari Hendrisin.ST selaku Direktur PT. Lobindo Nusa Persada, dan tidak memberitahukan kepada Pemohon untuk kepentingan apa Cek Bilyet Giro tersebut Pemohon tandatangani. Pemohon selaku Komisaris memang telah diberi Kuasa oleh Direktur PT. Lobindo Nusa Persada sebelumnya yaitu Tuan Yon Fredy. Sejak terjadi pergantian Direksi Perusahaan dari Yon Fredy kepada Hendrisin.ST selaku Direktur sejak bulan September tahun 2017 kegiatan usaha penambangan dari PT. Lobindo Nusa Persada tidak ada lagi sampai sekarang ini. Bahwa dalam pemeriksaan Pemohon sebagai Tersangka yaitu sebagaimana termuat dalam Berita Acara Pemeriksaan atas diri Pemohon sebagai Tersangka yang dilakukan oleh Termohon pada tanggal 19 April 2018 sama sekali tidak menyebutkan keterlibatan Pemohon sebagai apa dalam perkara tindak pidana yang dilakukan oleh Tersangka Weidra alias Awei dan Tersangka Hendrisin.ST yaitu apakah Pemohon sebagai “Pelaku”, atau “turut serta melakukan” dan atau “membantu melakukan” tindak pidana yang didakwakan kepada ke dua Tersangka tersebut di atas. Dalam BAP terhadap Pemohon selaku Tersangka hanya dimintakan keterangan mengenai perbuatan Pemohon yang telah menandatangani Cek Bilyet Giro Mandiri atas perintah dari Hendrisin.ST selaku Direktur PT. Lobindo Nusa Persada. ------------------------------- Bahwa berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan dari Termohon terhadap saudara Weidra alias Awei dan saudara Hendrisin.ST sebagai Tersangka dan dalam pemeriksaan tersebut Pemohon juga telah diminta untuk memberikan keterangan sebagai saksi barulah Pemohon mengetahui tentang duduknya perkara aquo sebagai berikut: 1. Pada hari jumat tanggal 27 Oktober 2017 dan hari sabtu pada tanggal 28 Oktober 2017, Tersangka Weidra alia Awei, memuat mineral berupa biji bouksit dilokasi stockfile (lokasi penimbunan) lama yang berada di lokasi Kp Tanjung Moco RT 003 RW 002 Kel. Dompak Kec. Bukit Bestari Kota Tanjungpinang, dengan menggunakan 6 (enam) unit dumptruck merk Fuso dan membawanya ke Pelabuhan Tanjung Moco, selanjutnya batu bouksit tersebut dimuat ke dalam Kapal tongkang KSD 28 yang rencananya akan dibawa ke Pelabuhan Merunda Jakarta. ------------------------------------------------ 2. Bahwa adapun hal tersebut terjadi dikarenakan antara tersangka Weidra alias Awei bertindak sebagai penjual dan Saksi Adnan Armas selaku Direktur Pemasaran PT Syamindo Tirta Kimia bertindak sebagai pembeli, telah melakukan kesepakatan jual beli batu bouksit dengan harga pertonnya adalah Rp.335.239 (tiga ratus tiga puluh lima ribu rupiah dua ratus tiga puluh smbilan rupiah.). -------------------------------------------------------------------- 3. Bahwa terhadap jual beli batu bouksit tersebut PT Syamindo Tirta Kimia telah melakukan Pembayaran Down Payment (DP) sebesar Rp. 142.095.600,-(seratus empat puluh dua juta Sembilan puluh lima ribu rupiah) ke rekening PT PT. Alam Indah Purnama Panjang (PT AIPP) tanggal 11 September 2017, dan pengiriman uang selanjutnya adalah atas telah dimuatnya 2000 ton biji bouksit ke tongkang KSD 28 pada tanggal 27 Oktober 2017 ke rekening PT Lobindo Nusa Persada pada sebesar Rp.568.382.400,- (lima ratus enam puluh delapan juta tiga ratus delapan puluh dua empat ratus rupiah). ---------- 4. Bahwa atas tindak pidana sebagaimana yang diatur oleh Pasal 158 dan 161 Undang-undang RI Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara atas tersangka Weidra alias Awei dan tersangka Hendrisin.ST telah diperiksa beberapa saksi oleh Termohon berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang pada pokoknya menerangkan bahwa ada Pertambangan yang dilakukan oleh Tersangka Weidra Alias Awei di Tanjung Moco tidak memiliki izin dan Tersangka Hendrisi.ST membantu melakukan karena Uang masuk melalui rekening PT. Lobindo Nusa Persada dan Pemohon disangkakan sebagai Tersangka karena Menanda Tangani Cek yang diperintahkan oleh Direktur PT Lobindo Nusa Persada yaitu Tersangka Hendrisin.ST. --------------------------------------------------------------------------------- 5. Bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi yang telah diambil keterangannya oleh Termohon menunjukkan bahwa tindak pidana sebagaimana yang diatur dalam Pasal 158 dan 161 Undang-undang RI Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara adalah tindak pidana yang berdiri sendiri, dan peranan Tersangka Weidra alias Awei sangat jelas dan terang bahwa Tersangka Weidra alias Awei lah otak pelaku (dadder) dalam perkara tindak pidana dalam perkara a quo. --------------------- III. TENTANG HUKUMNYA 6. Bahwa sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 5 KUHAP, penyelidikan diartikan sebagai “ serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan” sedangkan penyidikan ditentukan dalam Pasal 1 angka 2 KUHAP yaitu “ serangkaian tindakan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam KUHAP untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya. ----------------------------------------- 7. Dari pengertian yang telah ditentukan oleh KUHAP , maka untuk mencapai proses penetuan Tersangka, haruslah terlebih dahulu dilakukan serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana (penyelidikan). Untuk itu diperlukan keterangan dari pihak-pihak yang terkait dan bukti-bukti awal yang dapat dijalin sebagai suatu rangkaian peristiwa sehingga dapat ditentukan ada tidaknya suatu peristiwa pidana. Setelah proses tersebut dilalui , maka dilakukan rangkaian tindakkan untuk mencari dan mengumpulkan bukti agar terang suatu tindak pidana yang terjadi. Untuk itu kembali lagi haruslah dilakukan tindakan-tindakan untuk meminta keterangan dari pihak-pihak yang terkait dan pengumpulan bukti-bukti sehingga peristiwa pidana yang diduga sebelumnya telah menjadi jelas dan terang, dan oleh karenanya dapat ditentukan siapa tersangkanya. Rangkaian prosedur tersebut merupakan cara atau prosedur hukum yang wajib ditempuh untuk mencapai proses penentuan Tersangka. Adanya prosedur tersebut dimaksudkan agar tindakan penyelidik/penyidik tidak sewenang-wenang mengingat seseorang mempunyai hak asasi yang harus dilindungi. ---------------------------------------- Berdasarkan Pendapat guru besar hukum pidana Indonesia , Eddy OS Hiariej, dalam bukunya yang berjudul Teori dan Hukum Pembuktian , untuk menetapkan sesorang sebagai Tersangka , Termohon haruslah melakukannya berdasarkan bukti permulaan’ Eddy OS Hiariej kemudian menjelaskan alat bukti yang dimaksud disini adalah sebagaimana yang tercantum dalam pasal 184 KUHAP, apakah itu keterangan saksi, keterangan ahli, keterangan Terdakwa ataukah petunjuk, Eddy OS Hiariej berpendapat bahwa kata-kata “bukti permulaan” dalam Pasal 1 butir 14 KUHAP, tidak hanya sebatas alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 KUHAP, namun dapat juga meliputi barang bukti, yang dalam konteks hukum pembuktian universal dikenal dengan istilah physical evidence atau real evidence. Selanjutnya untuk menakar alat bukti permulaan tidaklah dapat terlepas dari pasal yang akan disangkakan kepada tersangka. Pada hakikatnya pasal yang akan dijeratkan berisi rumusan delik yang dalam konteks hukum acara pidana berfungsi sebagai unjuk bukti. Artinya pembuktian adanya tindak pidana tersebut haruslah berpatokan kepada elemen-elemen tindak pidana yang ada dalam suatu pasal. Dalam rangka mencegah kesewenang-wenangan penetapan seseorang sebagai tersangka ataupun penangkapan dan penahanan, maka setiap bukti permulaan haruslah dikonfrontasi antara satu dengan lainnya termasuk pula dengan calon tersangka. Mengenai hal ini, dalam KUHAP tidak mewajibkan penyidik untuk memperlihatkan bukti yang ada padanya kepada tersangka, akan tetapi berdasarkan doktrin, hal ini dibutuhkan untuk mencegah apa yang disebut dengan unfair prejudice atau persangkaan yang tidak wajar. ------------------------------------------------- Dengan demikian dapat dimengerti, bahwa pembuktian dilihat dari perspektif hukum acara pidana yakni ketentuan yang membatasi sidang pengadilan dalam usaha mencari dan mempertahankan kebenaran, baik oleh hakim, penuntut umum, terdakwa dan penasehat hukum, kesemuanya terikat pada ketentuan dan tata cara, serta penilaian terhadap alat-alat bukti yang ditentukan oleh Undang-Undang. Dan tidak dibenarkan untuk melakukan tindakan yang leluasa sendiri dalam menilai alat bukti, dan tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang. ----------------------------------------- 10. Bahwa hal itu senada dengan penyelidikan dan penyidikan, menurut Yahya Harahap, S.H., dalam bukunya yang berjudul Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan(hal. 101), menjelaskan bahwa dari pengertian dalam KUHAP, “penyelidikan” merupakan tindakan tahap pertama permulaan “penyidikan”. Akan tetapi harus diingat, penyelidikan bukan tindakan yang berdiri sendiri terpisah dari fungsi “penyidikan”. Penyelidikan merupakan bagian yang tak terpisah dari fungsi penyidikan. Kalau dipinjam kata-kata yang dipergunakan buku petunjuk Pedoman Pelaksanaan KUHAP, penyelidikan merupakan salah satu cara atau metode atau sub daripada fungsi penyidikan yang mendahului tindakan lain, yaitu penindakan berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan, dan penyerahan berkas kepada penuntut umum. ----- 11. Lebih lanjut, Yahya Harahap menyatakan bahwa jadi sebelum dilakukan tindakan penyidikan, dilakukan dulu penyelidikan oleh pejabat penyelidik, dengan maksud dan tujuan mengumpulkan “bukti permulaan” atau “bukti yang cukup” agar dapat dilakukan tindak lanjut penyidikan. Mungkin penyelidikan dapat disamakan dengan pengertian “tindak pengusutan” sebagai usaha mencari dan menemukan jejak berupa keterangan dan bukti-bukti suatu peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana. -------------------- 12. Yahya Harahap (Ibid, hal. 102) juga mengatakan bahwa jika diperhatikan dengan seksama, motivasi dan tujuan penyelidikan, merupakan tuntutan tanggung jawab kepada aparat penyidik, untuk tidak melakukan tindakan penegakan hukum yang merendahkan harkat martabat manusia. Sebelum melangkah melakukan pemeriksaan penyidikan seperti penangkapan atau penahanan, harus lebih dulu berusaha mengumpulkan fakta dan bukti, sebagai landasan tindak lanjut penyidikan. Penyelidikan atas perkara orang lain tidak dapat langsung dipakai pada penyelidikan atas nama Pemohon. ---- 13. Bahwa Penyidikan yang dilakakukan atas penetapan Tersangka diri Pemohon bermula dengan pemeriksaan Pemohon sebagai saksi terhadap WEIDRA alias AWEI dan sebagai saksi Direktur PT Lobindo Nusa Persada, dalam pemeriksaan Pemohon sebagai saksi. ------------------------------------------ 14. Bahwa pada penyidikan pertama Termohon melakukan Pemeriksaan atas diri Pemohon sebagai saksi dalam tenggang waktu yang normal, hal mana Termohon melaksanakan pemeriksaan dari jam 10.00 Wib sampai dengan jam 13.00 Wib., sedangkan pada pemeriksaan kedua Termohon melakukan pemeriksaan saksi atas diri Pemohon dari jam 15.00 Wib sampai dengan jam 01.00 Wid (dini hari), dan pada pemeriksaan ketiga Termohon melakukan pemeriksaan saksi atas diri Pemohon yang awalnya Pemohon dipanggil paksa dikantornya pada jam 15.00 Wib kemudian Pemohon dibawa ke Polres Tanjungpinang untuk diambil keterangan sebagai saksi yang berlangsung hingga pukul 03.00 Wib dini hari. -------------------------------------------------------- 15. Bahwa bentuk pemeriksaan Pemohon sebagai saksi oleh Termohon telah sangat diskriminatif dan tidak proporsional dan telah menyalahi Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 15 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 3 huruf e yang menyatakan : 17. Bahwa setelah beberapa kali Pemohon dimintai keterangan sebagai saksi dengan pemeriksaan yang berlangsung hingga dini hari, pada tanggal 19 April 2018, Termohon melakukan penangkapan terhadap Pemohon berdasarkan Surat Perintah Penangkapan Nomor : SP.Kap/34/IV/2018/Reskrim tanggal 19 April 2018, Pemohon ditangkap di café Morning Bakery Km 8 Komplek pertokoan D.Green City sekitar jam 17.00 Wib, kemudian Pemohon dibawa Ke Polres Tanjungpinang. --------------- 18. Bahwa pada tanggal 19 April 2018 sekira jam 21.33 Pemohon dimintai keterangan sebagai tersangka, yang mana sebelumnya tidak ada penetapan tersangka atas diri Pemohon, dan keterangan Pemohon dituangkan oleh Termohon ke dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dimana BAP tersebut langsung menyatakan Pemohon sebagai tersangka. --------------------------------- 19. Bahwa dengan tidak adanya penetapan tersangka atas diri Pemohon dalam pengambilan keterangan Tersangka oleh Termohon, menunjukkan bahwa telah terjadi tindakan semena-mena (abuse of power) oleh Termohon dalam mengambil keterangan Pemohon sebagai tersangka tanpa didahului penetapan tersangka atas diri Pemohon. ----------------------------------------------- 20. Bahwa pada keesokan harinya tanggal 20 April 2018 barulah Pemohon ditetapkan sebagai tersangka oleh Termohon berdasarkan Surat Pemberitahuan penetapan tersangka Nomor B/532/IV/2018/Reskrim perihal pemberitahuan penetapan tersangka atas nama WIHARTO yang dikeluarkan oleh Termohon dan ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Tanjungpinang. ------------------------------------------------------------------------------ 21. Bahwa dalam pemeriksaan diri Pemohon sebagai Tersangka, Pemohon diperlihatkan oleh Termohon FOTO COPY Cek Billyet Giro Bank Mandiri Cabang Tanjungpinang tanggal 30 Oktober 2017 dengan nama Cek atas nama PT LOBINDO NUSA PERSADA dengan penerima cek adalah PT ALAM INDAH PURNAMA PANJANG. ---------------------------------------------------------------------- 22. Bahwa selama pemeriksaan berlangsung Termohon hanya memperlihatkan FOTO COPY Cek Billyet Giro Bank Mandiri Cabang Tanjungpinang tanggal 30 Oktober 2017 dengan nama Cek atas nama PT LOBINDO NUSA PERSADA dengan Nilai Rp.497.334.600 (empat ratus Sembilan puluh tujuh juta tigaratus tigapuluh empat ribu enam ratus rupiah) dengan penerima cek adalah PT ALAM INDAH PURNAMA PANJANG, selain itu Termohon tidak pernah memperlihatkan Cek yang asli kepada Pemohon, selanjutnya Cek tersebut tanpa diserta adanya Penetapan Sita dari Ketua Pengadilan, dalam hal ini Ketua Pengadilan Negeri Tanjungpinang, sehingga FOTO COPY Cek Billyet Giro Bank Mandiri Cabang Tanjungpinang tanggal 30 Oktober 2017 dengan nama Cek atas nama PT LOBINDO NUSA PERSADA dengan penerima cek adalah PT ALAM INDAH PURNAMA PANJANG bukanlah barang bukti yang sah menurut hukum untuk dijadikan dasar penetapan tersangka atas diri Pemohon. ------------------------------------------------------------------------ 23. Bahwa adapun yang menjadi dasar Termohon menetapkan Pemohon sebagai tersangka berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Tersangka adalah karena Pemohon Menandatangni Cek atas perintah dari direktur PT Lobindo Nusa Persada Saksi Hendrisin.ST , dan Penadatanganan cek tersebut atas perintah direktur yang oleh Termohon ditetapkan Tersangka yaitu Hendrisin.ST., meskipun Pemohon Sampaikan baik dalam keterangan sebagai saksi maupun Tersangka Pemohon Menada tangani Cek karena Mendapat Kuasa oleh Direktur Sebelumnya yaitu Yon Fredy berdasarkan Surat Kuasa tanggal 29 Maret 2017. --------------------------------------------------------------------- 24. Bahwa disamping Berdasarkan Hukum Perusahaan yang bertanggung jawab kedalam dan keluar perusahaan atau Perseroaan Terbatas adalah Direksi sebagai mana yang diatur , dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas(“UUPT”) adalah direksi. Definisi direksi diatur dalam Pasal 1 angka 5 UUPT, yang berbunyi: 27. Bahwa selanjutnya kontruksi pembuktian yang dibangun oleh Termohon hanyalah menitik beratkan kepada Billyet Giro yang ditanda tangani Pemohon atas perintah dari Direktur perseroan, maka dengan ditanda tanganinya Billyet Giro tersebut Pemohon telah diduga oleh Termohon telah melakukan suatu tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 161 Undang-undang R.I tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1e KUHPidana Jo Pasal 56 Ke-1 KUHPidana. --------- 28. Bahwa penetapan tersangka atas diri Pemohon baru diketahui oleh Pemohon setelah Pemohon ditangkap pada tanggal 19 April 2018 dan diperiksa sebagai Tersangka sampai jam 2 dinihari dengan Surat Perintah Penangkapan Nomor : SP.Kap/34/IV/2018/Reskrim , tanggal 19 April 2018 dan keesokan hari Pemohon ditahan dengan Surat Perintah Penahanan Nomor : SP.Han/32/IV/2018/Reskrim. Tanggal 20 April 2018 dan bersamaan dengan itu Termohon Menyerahkan Surat Pemberitahuan Penetapan Tersangka Nomor : B/532/IV/2018/Reskrim Tanggal 20 April 2018. ------------------------------------------------------------------------------------------- Pasal 55 KUHPidana: 31. Keputusan penyidik melakukan penetapan tersangka, penangkapan dan penahanan, sekarang ini dengan adanya Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014, menjadi “linear” dengan pengambilan keputusan oleh hakim, melalui putusannya yang menyatakan suatu tindak pidana telah terbukti dan terdakwa bersalah oleh karenanya. Dalam hal ini, penetapan tersangka, penangkapan dan penahanan harus didasarkan sekurang-kurang pada: 35. Bahwa menurut Oemar Seno Adji menentukan prinsip ‘legality‘ merupakan karakteristik yang essentieel, baik ia dikemukakan oleh ‘Rule of Law’ – konsep, maupun oleh faham ‘Rechtstaat’ dahulu, maupun oleh konsep ‘Socialist Legality’. Demikian misalnya larangan berlakunya hukum Pidana secara retroaktif atau retrospective, larangan analogi, berlakunya azas ‘nullum delictum’ dalam Hukum Pidana, kesemuanya itu merupakan suatu refleksi dari prinsip ‘legality’. ------------------------------------------------------------- 36. Bahwa dalam hukum administrasi negara Badan/Pejabat Tata Usaha Negara dilarang melakukan Penyalahgunaan Wewenang. Yang di maksud dengan Penyalahgunaan wewenang meliputi melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang dan bertindak sewenang-wenang. 38. Bahwa oleh karena Penetapan Tersangka atas diri Pemohon cacat hukum, maka penangkapan yang dilakukan oleh Termohon berdasarkan Surat Perintah Penangkapan Nomor : SP.Kap/34/IV/2018/Reskrim , tanggal 19 April 2018 dan Keesokan hari Pemohon ditahan dengan Surat Perintah Penahanan Nomor : SP.Han/32/IV/2018/Reskrim. Tanggal 20 April 2018 dan bersamaan dengan itu Termohon Menyerahkan Surat Pemberitahuan Penetapan Tersangka Nomor : B/532/IV/2018/Reskrim Tanggal 20 April 2018 cacat hukum dengan segala akibat hukumnya. --------------------------------------------------------------- 39. Bahwa Pemohon kepada Yang Mulia Hakim Praperadilan, untuk memerintahkan Termohon untuk mengeluarkan Pemohon dari tahanan dan memulihkan harkat dan martabat serta nama baik Pemohon. -------------------- Selanjutnya PEMOHON juga memohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Tanjungpinang, kiranya berkenan memeriksa dan mengadili serta memutuskan perkara ini yang Amarnya sebagai berikut : PRIMAIR : 1. Mengabulkan Permohonan PEMOHON untuk seluruhnya; 2. Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP.Sidik/17/III/2018/Reskrim tanggal 10 Maret 2018 terkait dengan peristiwa pidana sebagaimana diatur dalam sebagaimana yang diatur dalam Pasal 161 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1e KUHPidana Jo Pasal 56 ayat 1 ke 1 KUHPidana . tidak sah dan tidak berdasar atas hukum dan oleh karenanya penetapan a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. ; 3. Menyatakan penyidikan yang dilaksanakan oleh Termohon terkait peristiwa pidana sebagaimana dimaksud dalam Penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon sebagaimana diatur Pasal 161 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1e KUHPidana Jo Pasal 56 ayat 1 ke 1 KUHPidana. adalah tidak sah dan tidak berdasarkan hokum dan oleh karenanya Penetapan Tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan mengikat; 4. Menyatakan Penetapan Tersangka atas diri Pemohon cacat hukum, maka penangkapan yang dilakukan oleh Termohon berdasarkan Surat Perintah Penangkapan Nomor : SP.Kap / 34 / IV / 2018 / Reskrim 19 April 2018 Jo Surat Perintah Penahanan Nomor SP.Han/32/IV/2018/Reskrim tanggal 20 April 2018, beserta turunannya, cacat hukum dengan segala akibat hukumnya. 5. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkaitan dengan penetapan tersangka terhadap diri Pemohon oleh Termohon. 6. Memerintahkan Termohon untuk mengeluarkan Pemohon dari tahanan sementara, serta memulihkan harkat dan martabat serta nama baik Pemohon. 7. Menghukum Termohon membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara a quo.: Atau apabila Hakim berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono)
|
||||
Pihak Dipublikasikan | Ya |